Mohon tunggu...
Fadly Rahman
Fadly Rahman Mohon Tunggu... -

Sejarawan. Pegiat food studies. Penikmat buku. Menulis di beberapa surat kabar nasional (Kompas, Koran Tempo, Republika, Media Indonesia, Sinar Harapan). Buku saya "Rijsttafel: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial, 1870 - 1942" (Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2011). Email: chef_fadly@yahoo.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Pewaris Pusaka Kotagede

30 Januari 2016   13:51 Diperbarui: 30 Januari 2016   23:03 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbagai kegiatan itu bisa ditengok dari laman Facebook mereka yang menampilkan aktivitas di Sanggar Tari Tejo Arum Kotagede, Perpustakaan Heritage Kotagede, dan Kotagede Heritage Trail. Masyarakat Kotagede, khususnya anak-anak muda, terlibat aktif dalam berbagai kegiatan itu. Mereka mesti dilibatkan atau terlibat dalam berbagai kegiatan agar dapat memahami bahwa untuk membangun sebuah cultural heritage perlu dukungan aktif dari mereka sendiri sebelum didukung oleh pemerintah dan pihak-pihak lainnya.

Melalui sarana media sosial, siapa saja bisa bergabung secara online, mencari informasi, berkomunikasi, dan melihat berbagai aktivitas yang dikelola Shinta dkk. Sebagaimana komentar Shinta dalam laman Perpustakaan Heritage Kotagede, bahwa dengan memanfaatkan dunia internet dan Facebook yang ”ngetren” di kalangan masyarakat Kotagede, diharapkan Kawasan Cagar Budaya Kotagede bisa terpublikasi secara global.

Walhasil, masyarakat pun tidak bisa tidak menjadi siap dan mampu untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pengaruh yang datang dari luar sebagai akibat dari perkembangan wisata di daerahnya. Bukti itu bisa dilihat dari denyut aktivitas pakaryan (pengrajin) perak di lingkungan warga Kotagede. Pada awalnya kerajinan perak yang dimulai pada awal abad ke-20 ini dikerjakan hanya untuk memenuhi pesanan keluarga keraton dengan produk berupa kalung dan kotak sirih. Namun, seiring pesatnya perkembangan wisata di Kotagede, kini para pengrajin perak jadi lebih kreatif memodifikasi ragam produk perak yang mengikuti selera wisatawan.

Namun bagi para pakaryan, pariwisata bukan hanya bicara soal uang; lebih penting dari itu, inilah suatu cara yang strategis bagi mereka untuk melestarikan seni dan budaya di Kotagede. Jadi, keuntungan ekonomi harus sejalan dengan pengembangan nilai-nilai budaya pariwisata yang edukatif, baik bagi masyarakat setempat maupun bagi wisatawan. Mengedukasi masyarakat untuk sadar budaya pariwisata memang tak bisa dilepaskan dari apa yang selama ini diupayakan Shinta dkk. Sebagai warga Kotagede, Shinta tentu paham benar bagaimana strategi mengarahkan masyarakat lokal dalam melestarikan nilai-nilai tradisi budaya dan sejarahnya melalui industri pariwisata.

[caption caption="Kelompok Usaha Bersama yang menaungi aktivitas pencaharian masyarakat Kotagede (Dok. Fadly)"]

[/caption]

[caption caption="Toko penjualan cinderamata yang diusahakan masyarakat Kotagede. (Doc: Fadly)"]

[/caption]

Shinta adalah satu contoh sosok generasi muda inspiratif yang memiliki atensi dalam upaya melestarikan kekayaan sejarah dan budaya Indonesia. Dari Shinta setidaknya kita bisa belajar, bahwa menumbuhkan kesadaran generasi muda terhadap sejarah dan budayanya sendiri dengan menanamkannya melalui pengetahuan pariwisata adalah upaya yang baik untuk memperkuat identitas ke-Indonesia-an.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun