Nyali Soekarno membawa Indonesia kesohor tiada dua. Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 adalah buktinya. Indonesia jadi tuan rumah pertemuan antar benua bangsa kulit berwarna pertama dalam sejarah umat manusia.
Hajatan itu sukses besar. Majalah, koran, radio, hingga televisi di seluruh pelosok dunia membahasnya. Nama Indonesia dan Kota Bandung terdongkrak. Narasi yang sama ingin dibawa oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) lewat Presidensi G20. Apakah mungkin?
Ide mempersatukan dua benua (Asia-Afrika) bukan barang baru bagi Soekarno. Ia telah memikirnya jauh sebelum menjadi orang nomor satu Indonesia. Ketidaksukaannya terhadap kolonialisme dan imperialisme bangsa barat jadi muaranya.
Bung Besar tak tega melihat kekayaaan bumi Asia-Afrika diperas bak sapi perah. Alih-alih dapat tenang, kaum bumiputra justru harus berjuang melawan ketidakadilan dan rasisme. Bung Karno pun mendobraknya. Sekalipun penjara dan pengasingan menantinya.
Ia terus menularkan semangat anti kolonialisme dari mimbar ke mimbar. Suara bak berdaya sihir. Alias retorika Bung Karno diyakini dapat meruntuhkan dinding penjajahan. Ia pun  acap kali mengulang-ulang mantra yang sama: bersatu. Satu untuk semua, semua untuk satu.
"Kalau barongsai dari China bekerja sama dengan lembu nandi dari India, dengan Spinx dari Mesir dengan burung merak dari Burma, dengan gajah putih dari Siam, dengan ular hidra dari Vietnam, dengan harimau dari Filipina dan dengan banteng dari Indonesia, maka pasti hancur kolonialisme internasionalisme," pekik Soekarno.
Optimisme Soekarno membuahkan hasil. Indonesia mampu dibawanya merdeka pada 1945. Namun, Bung Karno kerap merasa kurang.
Sebab, bangsa-bangsa lainnya di Asia-Afrika masih banyak yang berdiam dalam kubangan penjajahan. Bangsa-bangsa itu belum merdeka. Belum pula dapat menentukan nasib bangsanya sendiri.
Gelora penderitaan itu buat Soekarno ambil sikap. KAA digelarnya. Perhelatan yang diselenggarakan pada 18-24 April 1955 di Bandung dianggapnya sebagai corong perlawanan terhadap kolonialisme. Ia menyebut KAA sebagai konfrerensi antar benua pertama dari bangsa-bangsa kulit berwarna di sepanjang sejarah umat manusia.
KAA jadi wadah pertama 29 negara merdeka dan hampir merdeka berkumpul di satu tempat: Bandung. Cakupan partisipasinya tak dapat dianggap remeh.