Kehidupannya, sebelum dan setelah beristri hingga memiliki anak cukup apik dikisahkan oleh penulis dalam 6 babak. Mulai dari Gambung hari pertama, Kisah-kisah persiapan, Pembukaan lahan, Pasangan, Keluarga, dan gambung hari terakhir. Turut pula, dikisahkan bagaimana suasana Hindia Belanda, Batavia, Gambung, dan gaya hidup orang eropa pada saat itu. Sampai-sampai budaya kuliner orang eropa menyambut tamu dengan jamuan makan ala Rijsttafel, tak lupa diselipkan dalam cerita.
Bagi Anda yang menyukai sejarah, jelas buku ini patut diperhitungkan untuk berada dilemari buku koleksi keluarga. Kenapa? Karena yang disajikan bukan cuma fiksi, karena ada fakta-fakta yang tertuang dalam tiap kisahnya. Namun, bagi Anda kurang menyukai sejarah, maka akan Nampak fakta bahwa buku ini bukanlah tipe bacaan yang harus diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.Â
Karena konflik yang datar-datar saja, kurang adanya efek kejutan dalam cerita, serta cenderung banyak menampilkan konflik keluarga (padahal, bagi saya pribadi yang memposisikan diri sebagai pembaca, turut menginginkan cerita dari usahanya memajukan perkebunan lebih banyak).
Namun, terlepas dari itu semua, saya pun bersyukur dapat mengetahui lebih banyak sejarah akan salah satu kebun teh di tanah air, walau R.E Kerkhoven merupakan bagian dari penjajah sekalipun. Karena yang jelas, tanpa beliau, nikmatnya seduhan teh dipagi hari adalah hal yang mustahil. Oleh kerenanya, selamat Repos ailleurs -- "beristirahat di tempat lain"- Rudolf.Â
Detail
Judul Buku : Sang Juragan Teh
Penulis : Hella S. Haasse
Penerbit : Gramedia
Tahun Terbit : Desember 2015 (terbit pertama kali 1992)
Jumlah Halaman : 440
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H