Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menari di Atas Bambu, Sebuah Selebrasi Kemenangan a la Doka

19 April 2016   01:11 Diperbarui: 19 April 2016   04:23 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="mengarak pejuang perang/ detha & sofyan"][/caption]Beragamnya jenis tarian yang ada di Indonesia, dapat dikatakan menarik karena balutan kandungan filosofi didalamnya, namun untuk mencapai suatu nilai atau mendapatkan nilai tambah hanya membutuhkan satu kata “berbeda” atau secara populis di katakan sebagai ‘Be Different.’ Baik dari segi keunikkan, filosofi yang terkandung, hingga mampu memunculkan daya magis bagi orang yang menyaksikan.

Tak ada yang nomor 1 atau 2, semuanya menarik, yang membedakan hanya idealisme yang terkandung di diri pribadi dalam memberi predikat terbaik. Hal itu muncul ketika menyaksikkan salah satu tarian di Desa Doka, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT.

Para penari seakan menari diatas bambu, hal ini membuat pandangan seakan tak pernah lepas. Kaki pun melangkah dengan sendirinya untuk datang mendekati rombongan penari yang terlihat gagah dan anggun. Semata-mata untuk menyaksikan langsung dari  jarak yang dekat, posisi terbaik harus didapat guna secara sengaja mengangumi dan memahami arti dan makna terselip dalam keindahan yang bercampur dengan keunikkan sebuah gerakan yang takkan ditemukan ditempat lain.

[caption caption="mengusung bambu/ detha & sofyan"]

[/caption]Masyarakat Doka sendiri menyebut tarian kemenangan yang diyakini sebagai euphoria kebahagiaan atas kemenangan yang diraih dalam medan perang dengan nama Tua Reta Lou. Kebanggaan sebagai bagian dari bangsa multikultural langsung tersirat dihati. Tarian ini bisa menjadi jawaban atas pertanyaan akan mahakarya tersembunyi di Sikka, orang-orang yang terkena efek mabuk Soka/sofi (arak NTT) tampak semangat kembali melihat selebrasi yang tertuang dalam bentuk tarian.

[caption caption="tarian pembuka/ detha & sofyan"]

[/caption]

[caption caption="bersiap menegakkan bambu/ detha & sofyan"]

[/caption]Tak disangka sebuah tradisi turun temurun dari leluhur mampu mengundang kekaguman. Sampai-sampai Wisatawan asing, secara khusus menyebut tarian ini dengan nama Flying Magic Bamboo. Dimana seseorang yang dianggap pahlawan atau orang yang paling berjasa dalam peperangan, diberikan kesempatan diarak oleh 4 orang laki-laki lainnya, naik ke atas bambu besar dengan tinggi kira-kira mencapai 5 meter sambil bergoyang-goyang seraya mengamati situasi, dan sigap jika musuh kembali menyusun rencana serangan balasan.

Para wanita juga turut terlibat dalam tarian ini, mereka mengayunkan tangannya sambil mengapit sapu tangan atau hiasan bunga di jemarinya. Tarian ini dilengkapi pula dengan musik tradisional dari tabuhan kendang dan batang bambu. Alunan musik tradisional membuat para wisatawan tertegun dengan keindahan seni alami dari penduduk Desa Doka.

[caption caption="be brave/ detha & sofyan"]

[/caption]

[caption caption="sigap memantau sekeliling/ detha & sofyan"]

[/caption]Pandangan nyaris tak berpindah, sengatan panasnya matahari pada siang hari tak terhiraukan, eksotisme gerakan seraya menghipnotis pikiran untuk menikmati dari awal hingga akhir. Mau tak mau sebuah pelajaran hidup langsung terekam, ketika kita meraih kemenangan bukanlah hal yang salah untuk sekedar merayakan dan membawanya dalam suatu euphoria yang begitu meriah sarat berlebihan. tetapi harus diingat, kemenangan sifatnya tak abadi, terlebih lagi mempertahankan sebuah kemenangan yang diraih merupakan hal yang sulit.

Melalui Tari Tua Reta Lou, sedikit membuka mata akan pesona Mahakarya Indonesia yang melambangkan Jiwa Indonesia, sedangkan Pulau Flores sendiri memiliki 9 kabupaten. Kabupaten Sikka telah memberikan suatu pertunjukkan warisan budaya berharga melalui sebuah tarian. Hati pun bertambah penasaran, ini baru 1 dari 9 kabupaten, tentu yang lainnya memiliki beragam budaya yang patut untuk dilihat dan menjadi pelajaran berharga buat kehidupan mendatang.

@dethazyo

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun