[caption id="attachment_269460" align="aligncenter" width="590" caption="dok.pribadi"][/caption] “ Genjer-genjer neng kedokan pating keleler”
Lirik diatas kembali mengikatkan kembali tentang lagu yang berjudul “Genjer-genjer,” lagu yang sering diasosiakan sebagai lagu Partai Komunis Indonesia (PKI), dilarang diputar atau disebarkan pada saat pemerintahan orde baru. Lagu tersebut dianggap telah dinyanyikan ketika para jendral yang diculik dan disiksa.
Lagu tersebutlah yang membuka acara History Chat “Kiri di Persimpangan” pada Senin Malam (30/9) yang mengambil tempat di Coffe Toffe Senayan. Pengunjung yang telah jauh-jauh hari menunggu acara yang di Balut Stand Up Comedy ini telah memadati venue, bahkan diantara sampai duduk ala lesehan dikarenakan tak mendapatkan tempat duduk. Acara yang diselenggarakan “Provoctive Proactive” ini, dulunya adalah salah satu acara yang reluger diadakan disalah satu stasiun televisi di Indonesia, beralasan acara tersebut telah dilarang siar karena kritik social yang keras, sekarang justru di adakan secara bulanan serta off air dan berpindah-pindah tempat.
Tak hanya Stand Up Comedy. Acara tersebut juga diisi dengan diskusi ringan yang menghadirkan dua orang narasumber. Bonni Triyana yang menjadi Pimpinan redaksi majalah Historia serta dipandu oleh Sammy seorang Comic (sapaan Akrab para Stand Up Comedy) yang popular di Twitter dengan akun @notaslimboy. “kami menawarkan berbagai versi sejarah disini, kita sadarkan bahwa tentang komunisme yang berkembang dibuku-buku yang ada di bangku sekolahan tak mengulas lebih jauh akan hal tersebut? Maka satu jawaban kita harus tahu sejarah.” Tutur Sammy.
Ia menambahkan bahwa komunisme di Indonesia itu disenangi dan sayangi “ada yang benci komunis, ada juga yang senang dengan komunis. Dan keduanya selalu beralasan yang sama. Sama-sama nggak tahu sejarah alas ikut-ikutan” ungkapnya disambut tawa dari penonton.
Dari dialog ringan, pengunjung diberikan pengetahuan bagaimana trend komunisme itu bisa mendunia, apa itu komunisme, serta apa makna dibalik logo komunisme yang tergambar dengan palu arit. Dalam dialog tersebut didapati beberapa informasi terkait bagaimana komunisme menjadi partai pertama yang membawa Indonesia dibelakang namanya serta penjelasan rinci Rusia sebagai speaker paling kencang yang membawa corak komunisme mendunia dibawah kepemimpinan Lenin.
Meskipun mengangkat tema yang sangat identic tentang komunisme, tak jarang para comic sepanjang acara menyindir tentang keindonesiaan. Pangeran Siahaan misalnya, ia menuturkan “Kalian Tahu Rainbow Cake? Indonesia itu kayak Rainbow Cake, penuh dengan warna, namun kurang gregetnya. Apalagi harus disamaratakan menjadi satu warna doang.”
Terkait keseluruhan acara, medium Stand Up Comedy paling dinilai optimal dalam hal seni menyampaikan kritik social. Banyak diantara pengunjung tampak antusias menunggu kritikkan yang mampu memunculkan canda tawa. Harry salah satu pengunjung ikut berpendapat “Gila para comic yang ngisi acara. Tema berat kayak gini dibuat jadi mudah diterima dan lucu.”
@dethazyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H