Perjalanan sampah
Perjalanan benda bernama sampah sering kali harus berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Misalnya saja sampah botol plastik bekas minuman ringan. Setelah isinya diminum pasti botolnya langsung dibuang begitu saja ke tempat sampah. Dari tempat sampah di dalam rumah, kemudian dibuang ke tempat sampah rumah tangga yang biasanya ada di depan rumah. Kemudian ketika kita sedang terlelap dalam tidur, tukang sampah akan mengambil sampah-sampah tersebut untuk dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Dari TPS barulah diangkut ke TPA dengan menggunakan truk-truk sampah. Coba bayangkan berapa besar energi yang dibutuhkan untuk membawa benda bernama botol bekas tersebut dari rumah Anda menuju TPA! Bayangkan pula kondisi di TPA yang kapasitasnya terbatas tetapi setiap hari harus menampung ribuan meter kubik sampah dari penduduk kota. Bagi yang tinggal di Jakarta sampah-sampah tersebut akan terus menumpuk di TPA Bantar Gebang. Sedangkan yang tinggal di Surabaya sampahnya akan memenuhi TPA Benowo. Itulah sampah, meski sudah tidak berguna tetapi tetap memerlukan biaya dan tempat untuk menampungnya. Dan lagi-lagi lingkungan kita yang akan menjadi korban. Udara di sekitar TPA tersebut biasanya memiliki bau yang sangat menyengat. Kualitas air tanah di sekitarnya juga akan turun drastis karena tercemar oleh air rembesan dari sampah-sampah yang mulai terurai oleh bakteri.
Sulap menjadi Rupiah
Ketika diperlakukan berbeda, ternyata sampah bisa disulap menjadi Rupiah. Contohnya saja sampah botol plastik bekas minuman ringan tadi. Berbekal kreatifitas dan ketelatenan, botol-botol bekas tersebut bisa dibuat menjadi aneka macam benda yang memiliki nilai ekonomis. Sebut saja celengan, tatakan lilin, kalung, gelang, dan sebagainya. Botol bekas yang jika dibuang ke tempat sampah tidak punya nilai sama sekali sekarang bisa dijual dengan harga yang lumayan. Hal itulah yang coba diangkat oleh Dewan Kota Surabaya bersama Komunitas Nol Sampah Surabaya. Mereka mengundang para ibu rumah tangga dan mahasiswa untuk berlatih bersama membuat aneka macam kerajinan tangan berbahan dasar botol plastik bekas. Yang menjadi instruktur dalam pelatihan tersebut adalah penulis buku "Recycle Bottle - Kerajinan dari Botol Minuman", kakak beradik bernama Yuyun Widi Hastuti (Mbak Yuyun) dan Kharisma Widia Prastiwi (Mbak Risma). Pelatihan pertama sudah digelar pada hari Minggu (11/04/2010) yang lalu dengan jumlah peserta sekitar 30 orang. Pelatihan yang digelar di Sekretariat Dewan Kota di Jl.Dipinegoro 133 Surabaya tersebut rencananya akan digelar kembali bulan depan. Hal ini tidak lain karena banyaknya peminat yang menghubungi panitia, tetapi karena keterbatasan tempat maka baru 30 orang yang diikutkan pada pelatihan pertama tersebut. Mellin mengatakan bahwa dia sangat senang bisa mengikuti pelatihan tersebut. "Akan saya ajak teman-teman asrama untuk ikut pelatihan ini jika diadakan lagi.", begitu ungkap mahasiswi Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Surabaya itu. "Iya, pasti teman-teman akan sangat senang jika diajari bikin kerajinan botol bekas seperti ini," imbuh Dana, teman satu asrama Mellin. Keduanya memang tampak antusias mengikuti instruksi yang diberikan oleh Mbak Yuyun dan Mbak Risma. Mbak Yuyun sendiri mengaku senang bisa menularkan ilmu yang dia punya kepada para peserta. Bahkan untuk menjadi instruktur pelatihan tersebut dia rela tidak dibayar. "Nggak masalah, Mas, yang penting pesertanya niat dan membawa bahan-bahan sendiri, saya dan adik saya pasti bersedia asalkan waktunya tidak bentrok dengan jadwal kerja," begitu ungkap Mbak Yuyun. Setelah berkutat dengan botol bekas selama kurang lebih dua jam, para peserta tampak puas. Mereka sudah bisa menyulap botol-botol bekas yang tadinya tidak punya nilai sama sekali, kini telah menjadi berbagai macam benda yang unik. Ada yang membuat tempat permen, tatakan lilin dan celengan berbentuk babi. Sedangkan sisa-sisa potongan botol bisa dibuat menjadi anting-anting dan pernik-pernik kecil lainnya yang juga bisa dijual. "Yang paling laku di pameran kemarin tempat permen, Mas, ini dijual sembilan ribu. Lalu anting-anting seperti ini langsung habis diborong mahasiswa dengan harga tiga ribuan," begitu jelas Mbak Risma sambil menunjukkan beberapa karya peserta. Wawan Some koordinator Komunitas Nol Sampah Surabaya menegaskan bahwa kegiatan ini akan diadakan lagi. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi volume sampah yang terbuang sia-sia di TPA. Tujuan kedua adalah untuk memberdayakan ibu-ibu yang tinggal di kampung-kampung di Surabaya untuk kegiatan yang positif dan bisa menghasilkan uang. "Kalau mahasiswa itu nanti biar menularkan ilmunya ke warga sekitar kampus yang belum memiliki pekerjaan." begitu kata Wawan Some ketika menutup acara. ---------- Gambar atas: cover buku karya Mbak Yuyun, bawah: proses pembuatan kerajinan tangan berbahan botol bekas (doc: Eric Ireng/Antara). Artikel ini juga bisa dibaca di DETEKSI.INFO
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H