Mohon tunggu...
Desy Wulandari
Desy Wulandari Mohon Tunggu... -

lifetime learner who love marketing, branding, communication, travelling, writing, book and cat

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Saya Butuh ATM 20 Ribuan

3 Mei 2012   09:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:47 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang ini pecahan uang kecil menjadi langka. Tidak percaya? Coba cek dompet anda. Bukan bermaksud sok kaya, tapi rata-rata pecahan paling kecil adalah 50 ribuan. Apalagi sesaat setelah tanggal gajian. Bisa dipastikan warna biru akan mendominasi lembar demi lembar.

Sedihnya tiap kali membeli sesuatu, sang pedagang pasti bilang: úang pas saja ya. Haduuh. Iya kalau harga barangnya cuma seribu atau dua ribu tidak masalah. Barang seharga dua puluh atau tiga puluh ribu saja kadang masih membuat susah. Padahal dengan harga barang itu pedagang hanya mengembalikan tiga puluh atau dua puluh ribu (dengan asumsi uang pembeli 50 ribu). Itu saja kadang pedagang masih kesulitan. "Uangnya 50 ribuan semua. Tidak ada kembalian,"kilah mereka.  Akhirnya pembeli atau pedagang harus repot menukar uang di warung/tempat lain. Ini belum kalau kita membayar dengan si merah, uang seratus ribuan.

Jika saya punya beberapa lembar ribuan atau bahkan beberapa receh koin lima ratusan, pedagang akan dengan senang hati meminta tukar. Untuk kembalian, alasan mereka. Saya pun tidak keberatan, karena selain bisa membantu, membawa koin lima ratus rupiah dalam jumlah banyak tentu sangat merepotkan.

Sebenarnya kemana 'larinya' uang pecahan kecil tersebut? Seribu, dua ribu, lima ribu, sepuluh ribu dan dua puluh ribu? Saya jadi ingat waktu jaman kuliah dulu, sekitar pertengahan tahun 2001. Waktu itu nilai nominal ATM masih ada yang dua puluh ribu. Ini benar-benar membantu mahasiswa yang pas-pasan secara ekonomi dan daya beli yang memang belum terlalu tinggi. Sekarang, saya yakin ATM dengan nilai nominal 20ribuan sudah sangat jarang, atau bahkan tidak ada.

Mengapa peredaran uang 50ribuan terasa lebih mendominasi daripada uang nominal kecil lainnya? Apakah ini menandakan bahwa masyarakat kita sudah semakin makmur? Tinggi daya belinya? Saya kok tidak berpikir demikian. Masih banyak masyarakat yang menyandarkan hidupnya pada 'kekuatan' lembar-lembar uang seribuan untuk disusun menjadi puluhan demi menyambung hidupnya. Anak-anak jalanan, pengamen, peminta-minta di jalan menjadi bukti masih rendahnya tingkat kemakmuran di negeri ini.

Sebagai rakyat biasa yang awam dengan dunia kebijakan dan peraturan perbankan, kadang saya bertanya, apakah perbandingan peredaran uang di masyarakat juga menjadi salah satu perhatian dari bank sentral? Karena saya takut jika nanti untuk mendapatkan nominal uang yang kecil saja kita harus 'membeli' ke tempat penukaran. Seperti fenomena tukar uang yang kerap terjadi kala lebaran. Mungkin bank perlu membuat ATM 20ribuan lagi? Atau membuat tempat-tempat penukaran uang di daerah-daerah populer seperti pasar, mal, dll? Tentu akan lebih baik bila dilakukan tidak hanya di waktu lebaran saja ya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun