Mohon tunggu...
Desy Rhohmawati
Desy Rhohmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Politik Hukum Pidana

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Berpikir Ulang untuk Demokrasi dan Pemilu Kita

14 April 2022   16:47 Diperbarui: 18 April 2022   11:01 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Namun kenyataannya, komitmen Bawaslu dan berbagai pihak di garda terdepan menjaga demokrasi selalu berbenturan dengan arogansi struktural dan dinamika kepentingan partai-partai tertentu setiap lima tahun sekali. Tak jarang, amunisi yang dibangun Bawaslu selama beberapa tahun ini musnah hanya dalam satu putaran pemilu.

Dialektika fenomenologis elektoral ini menunjukkan sisi demokrasi yang benar-benar hadir dalam diri setiap warga negara. Bawaslu hanyalah sebuah tanda (symbolicium) dari upaya menjaga demokrasi di negeri ini. Selebihnya, demokrasi bersama kita. Dia adalah harapan kolektif yang juga dapat dicapai melalui kemauan bersama. Burger sebenarnya adalah 'kata kerja' dalam demokrasi dan pemilu kita. Dalam arti, ia tidak hanya datang ke TPS, tetapi juga sebagai 'pengawas partisipatif' yang mengawasi proses pemilu dari hulu hingga hilir.

Pemilu adalah awal dari membangun pemerintahan yang ideal, yaitu belut yang terbaik. Partisipasi rakyat dalam perjuangan politik menentukan kualitas legitimasi yang diberikan. Biaya pemungutan suara yang luhur. Dalam demokrasi, suara seorang pekerja seks komersial (PSK) memiliki kualitas yang sama dengan suara seorang kiai. Rakyat, pemilu dan pemerintahan berada dalam lingkaran setan; Jika pemilu salah proses, maka akan mengakibatkan pemerintahan yang korup dan masyarakat yang pragmatis akan hak-haknya.

Pada tahun 2024, kita sekarang menghadapi peristiwa yang bersamaan. Kita harus membangun pola pikir dan rasionalitas demokrasi kita dengan belajar dari masa lalu. Tentu saja, evaluasi dan inovasi seputar demokrasi dan pemilu kita dapat dipertimbangkan kembali dan dilaksanakan. Sehingga kita bisa membangun demokrasi yang substansial, bukan hanya prosedural, dan bukan demokrasi seperti yang dicita-citakan Aspinal, 'demokrasi perdagangan'.

Mulai sekarang, kendalikan dinamika pemilu 2024. Gunakan hak suara kita dengan bijak. Hak yang tidak dapat dikomersialkan dalam rupiah. Setidaknya begitulah lemahnya kepercayaan menjaga demokrasi dewasa ini.

Desy Rhohmawati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun