Pada aspek kehidupaan mengalami dampak yang cukup besar pada pandemi COVID-19 ini. Terdapat pembatasan mobilitas masyarakat yang mengakibatkan berkurangnya aktivitas ekonomi menyebabkan salah satu pendapatan sebagian besar masyarakat menurun sehingga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan untuk berbisnis saja atau melanjutkan bisnis sebelum pandemi dan dijalankan saat pandemi sudah dikatakan susah-susah gampang, bisa saja menjadi gulung tikar.
Namun hal tersebut tidak terjadi pada petani kopi di wilayah Candigaron Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Candigaron merupakan sebuah desa di Kecamatan Sumowono, Semarang Tengah. Candigaron dibagi menjadi 6 buah dusun, yaitu Dusun Garon, Dusun Candi, Dusun Jambe, Dusun Semanding, Dusun Bodean dan Dusun Delik.
Wilayah Candigaron yang telah tersedia di tidak jauh dari Gunung Ungaran yang mempunyai udara sejuk, bahkan dingin. Kawasannya yang berbukit-bukit merupakan pengasil komoditas pertanian seperti kopi, jahe, labu siam, jagung, cabai dsb-nya. Desa ini juga kaya akan kesenian tradisional, seperti Tari Soreng dan beberapa himpunan kesenian tradisional lainnya. Dan juga pengahasil labu siam paling banyak di Semarang serta pengahasil cabe keriting terbaik di jawa tengah.
Â
Namun, setidaknya para petani di desa Candigaron hingga saat ini tetap aktif berkebun dengan menerapkan protokol kesehatan dan dapat memenuhi kebutuhan pangan dasar sehari-hari.
Â
"Pada saat pandemi seperti sekarang ini tentunya turut memberikan dampak negatif pada perkebunan kopi kami, namun kami tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini dikarenakan masing-masing kelompok tani kopi di desa kami mengembangkan budidaya kopi dan tanaman pangan lainnya. Oleh karena itu, kami dapat mengambil kebutuhan pangan dari kebun kami sendiri, seperti sayur labu siam, sayur pokce, wortel dsb serta buah-buahan, dan menjualnya jika melimpah ke beberapa pengepul dan di jual kembali ke Pasar Sumowono" ujar Mbah Akhrom, petani kopi di daerah Candigaron.
Â
Selain berkebun kopi dan tanaman pangan, mbah Akhrom bersama petani di Desa Candigaron lainnya juga mengembangkan ternak ayam petelur serta mengembangkan kegiatan diversifikasi lainnya di kebun masing-masing. Hasilnya, mereka mendapatkan pupuk organik dari campuran kotoran ayam dan kulit biji kopi, membuat bibit kopi dan juga menyewakan pengeringan biji kopi.
Â
"Meskipun sedang dalam keadaan pagebluk corona namun sampai saat ini permintaan bibit kopi dari luar wilayah Desa Candigaron selalu tersedia. Bahkan kami sering mengejar produksi untuk memenuhi target permintaan hingga 8.000 bibit tanaman kopi. Satu bibitnya dijual sekitar tujuh ribu rupiah, sehingga bisa menjadi pendapatan utama kami ketika biji kopi belum bisa dipanen," papar mbah Akhrom.