Mohon tunggu...
Desy Nur Indah
Desy Nur Indah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi PGSD UPI Kampus Cibiru

Motto hidup : Jika kamu yakin bisa, maka kamu pasti bisa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Fenomena Pendidikan yang Menjadi Fenomena Hukum : Peran Undang-Undang, Aparat, Guru, Orang Tua dan Siswa

24 Desember 2024   12:14 Diperbarui: 24 Desember 2024   19:54 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penulis 1 : Desy Nur Indah Sari

Penulis 2 : Dr. Dinie Anggraeni Dewi, M.Pd. M.H.

Banyak tindak kekerasan yang terjadi di sekitar kita, termasuk dalam ruang lingkup pendidikan. Tindakan kekerasan terkadang memang dilakukan oleh beberapa guru dengan tujuan untuk membentuk karakter atau memberikan punishment atas suatu kesalahan, yang mana supaya siswa menjadi lebih baik lagi ke depannya.

Hukuman merupakan salah satu alat pendidikan yang sudah digunakan sejak zaman dahulu dan selalu diterima dengan baik oleh siswa yang menerimanya, termasuk orang tua mereka. Namun, di zaman semakin maju seperti saat ini, hukuman selaku alat pendidikan menjadi sebuah hal yang dilematis bagi para guru, sebab banyak kasus yang terjadi, yaitu guru dilaporkan ke polisi oleh orang tua siswa karena dianggap melakukan tindak kekerasan kepada anak mereka.

Fenomena yang sedang booming ini, membuat saya selaku penulis menaruh perhatian lebih, karena menelusuri lebih lanjut berbagai sumber artikel atau berita yang saya dapatkan, beberapa guru mengaku tidak melakukan tindak kekerasan seperti yang dituduhkan, bahkan ada juga kasus yang sebenarnya sangat wajar dilakukan oleh seorang guru, namun orang tua siswa memandang negatif hal tersebut. Maka dari itu, fenomena ini harus segera ditindak lanjuti supaya kasus serupa bisa dicegah di kemudian hari dan agar para guru mendapatkan keadilan akan haknya sebagai seorang tenaga pendidik yang selain bertugas untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada siswanya, tetapi juga berhak memberikan pendidikan karakter yang baik, dengan cara yang sebenarnya sudah sesuai.

Seiring terjadinya masa reformasi dan gelombang mengenai HAM, alat pendidikan berupa hukuman fisik dianggap sebagai sesuatu yang melanggar HAM, hal tersebut membuat masyarakat dan penegak hukum memandang keberadaan hukuman fisik di sekolah sebagai suatu pelanggaran HAM. Terutama setelah hadirnya suatu perubahan pada Undang-Undang mengenai perlindungan anak, pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 hanya dibahas terkait perlindungan anak baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan pendidikan, namun Undang-Undang tersebut berubah menjadi Pasal 76C No. 35 Tahun 2014 yang beriisi, "Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak." Melalui pasal baru tersebut, membuat para orang tua siswa tidak segan untuk melapor kepada aparat kepolisian jika terjadi hukuman yang dilakukan oleh guru kepada anaknya. Padahal sebelumnya, pada Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 dapat disimpulkan bahwa guru memiliki kebebasan dalam memberikan sanksi apapun kepada siswa yang melanggar aturan. Lalu, dari Pasal 40 sampai Pasal 42 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 dapat disimpulkan bahwa guru berhak mendapatkan perlindungan, rasa aman, dan jaminan keselamatan dari pemerintah.

Sejatinya, eksistensi Undang-Undang tidak untuk dijadikan sebagai alat mengancam guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pendidik, tapi gunakanlah sebagai sarana untuk meningkatkan perlindungan pada anak. Letakkanlah kepercayaan kepada para guru, jangan sampai membuat mereka jadi ragu untuk memberikan pengajaran yang maksimal kepada para muridnya. Sikap orang tua dalam melindungi anaknya dari tindak kekerasan sangatlah bagus, namun untuk tindakannya yang langsung melaporkan ke pihak berwenang sebelum ada bukti akurat merupakan hal yang buruk. Sebagai orang tua, seharusnya mencari tahu terlebih dahulu apa penyebab anak mereka mendapatkan hukuman fisik, jika tindak hukuman fisik tersebut mengarah kepada penganiayaan, barulah bisa dilaporkan ke aparat, namun jika hukumannya hanya sebagai teguran atau bahkan untuk alat mendidik, tindakan melaporkan ke aparat itu merupakan kesalahan yang besar.

Sebagai aparat kepolisian yang punya tugas untuk menengakkan hukum juga memberi perlindungan kepada masyarakat, maka sudah seharusnya untuk berlaku adil kepada setiap unsur dan lapisan masyarakat, jangan sampai terlena dengan uang yang diming-imingi kalangan atas yang ingin mendapat pembelaan. Lakukanlah pemeriksaan lebih mendalam terkait laporan yang masuk, jangan termakan omongan orang lain lalu langsung tangkap tanpa bukti yang jelas dan lengkap. Berbagai media sering menyampaikan terkait kasus guru yang dilaporkan oleh orang tua siswa atas aduan dari siswa itu sendiri, yang mana bisa saja terdapat kebohongan dalam aduannya. Kebanyakan peserta didik itu masih di bawah umur, sehingga emosi dan sikap yang mereka tunjukkan kemungkinan belum bisa dikatakan baik. Maka dari itu, sebagai orang tua jangan langsung terpengaruh begitu saja.

Terkadang, ada orang tua yang sulit untuk diberikan pemahaman, mereka cenderung lebih percaya pada apa yang dikatakan anaknya, maka di sinilah fungsi aparat sesungguhnya, yaitu untuk memberikan penjelasan yang dapat diterima dan diikuti oleh orang tua siswa, karena anak-anak cenderung akan lebih mendengarkan orang tuanya. Namun jika orang tua siswa tetap keras kepala, maka telusurilah lebih mendalam terkait kasus yang dilaporkan dengan melibatkan seluruh elemen yang terkait terutama sang guru. Walau begitu, seorang guru tetap tidak boleh melakukan kekerasan pada siswanya dalam artian menyakiti dan memberikan trauma. Guru berhak memberikan hukuman jika memang hal itu dibutuhkan, tetapi dengan catatan masih dalam batas wajar dan bukan dijadikan sarana untuk melampiaskan emosi. Apabila guru terbukti melakukan kekerasan, maka sudah menjadi kewajiban aparat hukum untuk menagkapnya. Namun sebagai aparat, haruslah mengetahui apakah yang dilakukan guru tersebut merupakan kegiatan menghukum yang mendidik atau memang suatu tindak kekerasan.

Undang-Undang, aparat kepolisian, guru, orang tua, termasuk siswa yang terlibat, mereka semua memiliki peran masing-masing di dalam fenomena terkait kejadian adanya hukuman dari guru kepada siswanya yang dipandang sebagai suatu tindak kekerasan sehingga orang tua siswa melaporkan guru tersebut kepada pihak yang berwenang. Mulai dari Undang-Undang sebagai landasan peraturan dalam melaksanakan sesuatu, aparat sebagai pihak penegak aturan, guru dan siswa sebagai pelaku sekaligus pemberi penjelasan, dan orang tua siswa sebagai pihak penyalur antara siswa dengan aparat. Keempat unsur tersebut haruslah saling melengkapi untuk bisa tercapainya tujuan bersama dengan seadil-adilnya tanpa merugikan pihak manapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun