Terik kala itu Kirana memutuskan untuk lepas dari gadegtnya. Pergi bersama Rama membuatnya sedikit melupa dengan agannya bersama Raga yang lebih memilih gadis bianglalanya.Â
Segala bentuk perjuangannya untuk melupa sirna sekejap karena lagi-lagi postingan muncul di lamannya. Sudah kuberitahu berkali-kali setiap bagian dia bercerita agar membuka lembar bersama Rama. Pria yang dengan telaten mencintainya dengan sangat.Â
"Huuuh." Terdengar helaan nafas yang berat dari bibir yang sedari tadi terkatup rapat. Aku tidak ingin memaksa Kirana bercerita, karena aku tau bagian mana yang akan dia ceritakan pasti tidak akan jauh dari angan bersama Raga dikala itu.Â
"Aku sudah merelakan dia. " Ucapnya tiba-tiba. Sama seperti kalimat yang terlontar beberapa hari lalu saat kami bertemu menikmati awan kelabu bersama cokelat hangat.Â
"Tapi tetap saja ada bagian tercekat tiap kali postingan itu lewat. Kemarin sudah kuputuskan untuk berhenti mengikutinya. Selepas aku ingat dulu dia membawa namaku hingga puncak. Penantianku akan pendakian 4 hari 5 malamnya. Kemarin dia tengah berbahagia membawa gadis yang dia cinta menapaki savana Buthak. Sudah cukup kurasa. "
"Sudahlah Kir. Ada Rama kenapa kamu harus terseok dengan masa mu bersama Raga? Dia sudah berbahagia menikmati masanya. "
"Aku udah gak ada rasa akan Raga. Tapi entahlah."
"Aku mulai bosan dengan ceritamu tentang Raga Kir !"
"Sebenarnya aku juga."
"Tapi tidak dengan Rama ya Kir."
"Dia kemarin bilang aku tak perlu jadi Arimbi yang bertekuk lutut memohon akan cinta Bima. Cukup bersamanya biar dia yang memohon cintanya."