Mohon tunggu...
Desy Marlinton
Desy Marlinton Mohon Tunggu... -

Berusaha menjadi pemikir yang serius namun ternyata tetap konyol\r\ntweet me : DMarlinton\r\nmy blog : www.desymarlinton-ceritaku.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lebih Dari Seorang Bidadari

13 November 2012   12:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:28 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja itu terasa sangat ceria. Burung-burung kecil bersiul bernyanyi menunggu induknya. Matahari jingga membelai khatulistiwa dengan mesra. Masih terasa hangatnya walau dia mulai menghilang. Dan aku adalah orang paling bahagia saat itu. Bagaimana tidak, baru saja aku mempersunting seorang gadis manis yang baik hati yang telah kupacari dua tahun lebih. Pesta pernikahan kami sangat meriah walau tidak semewah pesta-pesta para pangeran dan putri. Tapi aku merasa lebih dari itu, aku bahkan merasa telah menikahi seorang bidadari.

Delapan tahun pernikahanku, aku dan istri masih belum dikaruniai seorang anak. Harap-harap cemas karena usia istriku sudah memasuki 35 yang orang bilang usia rawan jika melahirkan. Tapi kami tidak pernah berhenti berharap dan berusaha untuk mendapatkan buah hati. Ketika kami bertanya pada dokter tentang hal ini, dokter hanya menjawab tidak ada masalah, kita hanya perlu menunggu keridhoan Allah saja.

Hampir setiap malam aku dapat melihat istriku menitikan air mata dalam doanya. Bahkan saat mengaji setelah sholat tahajud, aku bisa mendengarkan suara kecilnya sesenggukan sesekali. Aku hanya bisa mengintip dari balik selimut. Aku tidak berani mengahampirinya. Bodohnya aku. Padahal aku ingin sekali memeluknya menguatkannya. Namun, aku sendiri tak kuasa untuk tidak menitikan air mata dan bisa-bisa membuat istriku bertambah sedih. Dan dari balik selimut aku hanya bisa berdoa agar kami berdua diberi ketabahan dan kesabaran dalam menanti sang buah hati. Ya Allah, kabulkanlah segala permintaan istriku. Amien.

Dua hari sebelum ulang tahun istriku yang ke-35, Allah telah memberikan hadiah terindah kepadanya. Juga kepadaku. Istriku mengandung. Akhirnya, segala permintaan kami dikabulkan. Bahagia tak terkira mengampiri kami. Namun, masih saja ku lihat istriku menitikan air mata di kesunyian malam bersama doa-doanya. Entah apa lagi yang dia minta. Namun, kali ini aku bisa menghampirinya dan memeluknya. Dia hanya tersenyum dan mengajakku untuk tahajud juga. Tapi aku menolaknya halus. Aku bilang aku sangat lelah dan mengantuk, sejurus kemudian bergegas kembali lagi ke selimutku yang hangat. Dan hal itu terus terjadi begitu. Istriku selalu menangis dalam doanya di tengah malam.

Hari-hari indah terus bergulir, sang buah hati telah berumur tiga tahun. Anak kami tumbuh menjadi putri cantik yang lucu dan sangat cerewet. Mirip sekali dengan ibunya. Jika istriku menyuruhku sholat, putriku juga pasti ikut-ikutan meniru mencereweti aku. Jika aku malas sarapan dan istriku ngomel, putriku juga selalu ikut-ikutan memarahiku. Semuanya persis seperti ibunya. Jika aku membeli barang yang menurut istriku tidak berguna, lagi-lagi putriku juga ikut-ikutan memarahiku. Walau kadang aku kesal selalu diomeli oleh istriku. Apalagi saat aku pulang kerja, atau saat waktu tidur tiba, istriku masih saja bercerita tentang hal-hal yang tidak penting. Menceritakan masalah masakan dan cara memasaknya yang memang bukan tugasku, menceritakan kisah nabi yang sering ia dongengkan kepada putri kami dimana aku sangat lelah mendengarnya dan bahkan menceritakan yang sangat tidak penting untuk aku ketahui. Tapi sudahlah, kalau aku bilang bahwa aku sangat lelah dan mengantuk, dia juga pasti diam.

Semua berjalan seperti itu. Bagiku sangat sempurna. Aku sibuk bekerja mencari nafkah, sementara istriku menjadi istri dan ibu teladan di rumah dan anakku sibuk dengan dunianya yang mengagumkan. Begitu indah. Hingga pada suatu saat semua kebahagiaan yang aku miliki terasa dirampas oleh sang pemilik waktu. Istriku tiba-tiba terjatuh ditangga dan harus dilarikan segera ke rumah sakit. Aku panik bukan kepalang. Dan dalam perjalanan dia menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tersenyum seraya berkata “ Jaga adek ya yah… Lailahailallah”.

Aku masih bingung dengan apa yang terjadi. Aku tidak bisa menerima semua ini. Aku menangis sejadi-jadinya di pemakaman istriku. Putriku tidak tahu apa-apa, dia sibuk dalam dunia kecilnya, bermain dengan sepupu-sepupu seusianya. Jika ia mencari aku atau ibunya, seorang kerabat langsung menggendongnya dan mencuri perhatiannya kembali.

seminggu setelah pemakanan, aku langsung membereskan pakaianku dan putriku. Aku harus pulang ke rumah orang tuaku agar putriku ada yang menjaga. Karena semua sanak saudara sudah tak lagi berkumpul di rumah. Karena jika masih berada di rumah, aku rasanya tidak sanggup mengenang kebersamaan dengan istriku.

Saat membereskan semuanya, aku melihat handphone istriku. Kulihat album foto di dalamnya. Banyak sekali foto kami bertiga. Ku lihat profil BB nya, ada foto kami bertiga. Saat ku baca statusnya BB nya, aku menangis “Terimakasih ya Rob, lov u Ayah, lov u dede”. Lama kupandangi foto-foto kebersamaan kami. Tanpa sengaja aku buka taskpadnya. Aku melihat beberapa tulisan-tulisan kecil istriku.

“Hari yang terlalu bahagia untuk dilewatkan. Suamiku dapat banyak sekali order katanya. Ia membelikanku baju baru. Suamiku tersayang rupanya kelelahan. Ia hampir melewatkan isya. Aku membangunkan, ia sedikit marah karena tidurnya terusik, tapi biarlah. Karena aku ingin pergi bersamanya dan bertemu kembali nanti di tempat yang indah.”

“Bagaimana harus kukatakan pada suamiku, aku memiliki kista dan tidak memungkinkan untuk hamil. Tapi aku percaya pada kekuatanmu ya Allah”

“Ya Allah, buanglah sakit ini jauh-jauh.”

“Hore!!! Alhamdulillah aku hamil. Sepenuh hati akan kujaga janin ini. Apapun yang terjadi, walau nyawaku taruhannya. Ini untuk suamiku.”

“Ada apa ini? Berdarah lagi”

“Dokter menyuruhku merelakan janin ini. Tidak akan! Ini akan kupertahankan. Memelas beribukali pada dokter, mudah-mudahan beliau bisa menjaga rahasia ini”

“Asiiikkk.. baru saja baca artikel, katanya kehamilan bisa juga menyembuhkan kista. Amiennnn.”

“Perutku semakin besar. Mudah-mudahan kami berdua selalu diberi kekuatan. Amien.”

“Tadi suamiku menyuruhku mengambilkan map nya tertinggal di teras. Aku menuruni dan menaiki tangga tergopoh-gopoh. Perut ini besar sekali. Pasti bayiku sangat sehat.”

“Ya Allah, terimakasih atas segala yang kau berikan padaku. Suami yang menyayangiku dan seorang putri cantik yang pintar dan menggemaskan. Hari ini perutku terasa sakit sekali. Tapi tak apa, semua terbayar melihat senyum dede dan ayah.”

“Perutku sakit. Kenapa lagi ya?”

“Senang sekali. Gigi dede tumbuh semakin banyak. Terimakasih ya Allah.”

“Ini lebih berat dari yang kukira. Kanker leher rahim. Apa lagi ini? Semoga Allah senantiasa melindungiku dan memanjangkan usiaku agar aku selalu bisa beribadah dan menjaga suami serta putriku. Amien.”

“Malam ini lagi-lagi aku tidak bisa menahan tangisku. Banyak sekali yang kupinta pada-Mu ya Allah. Aku ingin agar Engkau menyentuh hati suamiku agar lebih dekat dengan Mu. Aku ingin ia berumur panjang dan diberi rizki yang banyak agar bisa menjaga dan membahagiakan putri kami pun saat aku tak ada kelak. Aku ingin dia lebih sabar menghadapiku yang selalu cerewet karena aku hanya ingin mengajarkannya banyak hal, agar kelak ia juga bisa menjadi seorang ibu bagi putri kami. Aku ingin diberikan umur yang panjang agar selalu bisa mendampingi suamiku hingga ia benar-benar menjadi pemimpin yang baik dimanapun dia berada. Aku ingin Engkau mengampuni dosa-dosaku dan dosa-dosa suamiku juga, serta menjadikan kami orang yang Engkau cintai agar kami dapat dipertemukan kembali kelak di surga. Dan masih banyak yang kuminta dari Mu. Terlalu banyak bahkan. Namun, kepada siapa lagi aku hendak meminta jika bukan kepada Mu ya Allah? Semoga Engkau mengabulkannya dan memberikan yang terbaik pada kami. Amien.”

“Pagi ini kubuatkan teh untuk suamiku. Kurang manis, suamiku tersayang protes. Aku mengingatkannya bahwa gula darahnya kemaren sempat naik. Dia marah, katanya aku istri yang tidak pengertian. Sedih, aku takut dia sakit lagi ya Allah.”

“Sudah jam 10, suamiku belum pulang. Ada apa ya? Kenapa sms ku tidak dibalas?.”

“Tadi aku berdandan secantik mungkin. Suamiku pulang dan tidak mengatakan apa-apa. Dia langsung ganti baju dan tidur. Mungkin kanker ini membuat wajahku terlalu pucat dan lusuh sampai dia tidak bisa membedakan saat aku berdandan.”

“Ya Allah, tadi perutku terasa lagi sakit. Tapi sudah tengah malam. Tidak tega membangunkan suamiku. Aku hanya bisa menangis berguling-guling di ruang tamu. Menjauh darinya agar ia dan dede tidak terbangun.”

“Sekarang dede sudah hampir tiga tahun. Harus sudah masuk playgroup. Harus lebih semangat ngajarin dede. Biar jadi juara. hehe. Terimakasih ya Allah, atas tahun-tahun yang indah ini.”

“Hari ini suamiku libur. Awalnya aku berencana menghabiskan waktu bertiga saja. Mungkin memasak akan menyenangkan. Apa lagi dede suka sekali menghias cupcake. Tapi suamiku bilang hari ini dia mau istirahat. Padahal aku ingin dia juga bisa melakukannya apalagi saat aku tidak ada kelak.”

“Ada pertemuan orang tua besok. Tapi badanku sakit semua. Kepalaku juga pusing. Aku ingin bilang ke suamiku aku tidak enak badan tapi hari ini dia duluan bercerita dengan gembira bahwa besok dia janjian akan bertemu kawan lamanya. Aku tidak mau merusak kesenangannya, apalgi setiap hari dia sudah lelah mencari nafkah untukku dan dede.”

“Aku ingin sekali membangunkan suamiku untuk tahajud. Tapi aku takut dia marah lagi seperti kemarin. Aku hanya ingin dia dekat dengan mu ya Allah, walau saat aku tak ada. Dan selalu mendoakanku”

“Ya Allah, jika aku pergi, bisakah dia mengajari dede agar selalu mendoakanku? Kenapa suamiku menjauh dari Mu?”

“Sedih. Suamiku terlalu lelah untuk mendengarkanku. Padahal aku ingin bercerita, sekarang adek udah bisa menghitung sampe 10 pake bahasa inggris. Ga papa deh. Ayah kecapean. Yang penting hepi hepi hepi. Hehe”

“Aku ingin cerita tentang kemoterapi pada suamiku. Tapi tampaknya dia kecapean. Besok lagi aja deh.”

“Sore ini aku cerita pada suamiku bahwa aku akan mendaftarkan dede ikut asuransi. Suamiku bilang supaya aku saja yang mengurus semuanya. Dia tidak mengerti soal begituan. Mungkin dia tidak mau tahu soal ini, dia terlalu lelah bekerja dan sudah malas melakukan hal lain. Padahal aku hanya ingin dia tahu karena aku tidak akan bisa selamanya mengurusi hal ini, dia dan dede. Bagaimana masa depannya dan dede? Ya Allah, jangan panggil hamba dulu…”

“Rambutnya semakin hilang. Tak apa”

“Hari ini masak sup ceker. Mericanya kebanyakan. Takut dede mencret lagi, jadi bikin ulang deh… ga apa-apa..hehe”

“Ya Allah, panjangkanlah usiaku. Jangan panggil aku dulu. Aku masih ragu untuk meninggalkan suamiku sendirian.”

Tangis tak henti-hentinya terus membahana, aku tak kuasa membaca apa yang tertulis disana. Selama ini aku begitu sibuk dengan pekerjaanku hingga aku tidak memperhatikan bahwa istriku berkali-kali menahan kesakitannya. Bahkan aku tidak pernah memperhatikan rambutnya yang kian hari kian menghilang. Bodohnya aku tidak bisa melihat wajahnya yang pucat. Aku terlalu sibuk mencari nafkah dan kepuasan materi dunia. Selalu pulang larut hingga tak sempat mendengarkan semua keluh kesahnya. Ya Allah, suami macam apa aku ini?

Selama ini istriku begitu cerewet padaku. Semata-mata karena ia sangat menyayangiku. Ia ingin mengajariku banyak hal agar ia bisa tenang meninggalkan aku dan putri kami. Ya Allah, sungguhlah aku umatmu yang nista. Sungguhlah aku tidak pantas menjadi suaminya. Suami seorang bidadari yang saat ini berada di surga.

“Ayah, sarapan dede mana? Dede mau pake piring yang kuning, gelasnya yang biru. Trus nanti malam Dede ngaji. Bunda kemana? Dede lupa lagi udah sampe halaman berapa. Iqronya ada dimana? Dede sekarang udah hafal ayat kursi yah......” mulut keci putriku terus mengoceh lugu. Dia tidak tahu apa-apa. Ya Allah, aku harus belajar pada siapa untuk melakukan semuanya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun