Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Potret Mimpi Buruk Pendidikan Indonesia

10 November 2024   03:59 Diperbarui: 10 November 2024   04:01 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://inta-edu.com/

Beberapa waktu lalu saya terpukul mendapati di media sosial (medsos) TikTok anak usia Sekolah Menengah Atas (SMA) kesulitan menyebutkan nama negara di eropa.  Bagaimana mungkin untuk pertanyaan ini si anak menjawab Garut, bahkan Indonesia sebagai negara di eropa?  

Kemudian, hal yang sama dalam konteks yang berbeda juga terjadi ketika beberapa anak usia SMP dan SMA tidak bisa numerasi dasar Matematika?  Tidak bisa menjawab 12 dibagi 3, yang harusnya sudah dikuasai sedari usia SD!

Sebagai orang tua, saya mengatakan kondisi ini tragis!  Harus dan wajib menjadi kekhawatiran kita tentang bagaimana sesungguhnya kualitas pendidikan di negeri ini.  Mengingatkan saya, tepatkah Merdeka Belajar untuk negeri ini, ataukah sebenarnya Merdeka Belajar justru diterjemahkan secara harafiah.  Bebas merdeka tanpa tanggungjawab?  

Polemik ini menandai krisis serius dunia pendidikan kita.  Lihat saja saat Ujian Negara (UN) dihapus dan tidak adanya lagi sistem tinggal kelas.  Serta merta ini bukan hanya kabar gembira untuk anak.  Tetapi juga untuk orangtua!  Kenapa demikian?  Sebab ini artinya tidak ada yang perlu dipacu.  

Soal masa depan, serahkan saja kepada arah angin!  Sebab pendidikan menjadi ritual demi selembar ijazah kelulusan.  Mungkin, begitulah kira-kira yang akhirnya terjadi.

Tragis, hanya segelintir anak yang kecewa saat UN dan sistem tinggal kelas dihapus.  Menurut saya, merekalah anak-anak yang mempunyai mimpi dan berjuang untuk meraihnya.  Tidak heran anak-anak inipun berjalan paralel dengan kemampuan literasi yang mumpuni.  Bukan sekedar mengenal susunan aksara yang membentuk kata dan kalimat.  Tetapi juga mengerti dan memahami makna yang tersirat.  

Logikanya kini, bagaimana generasi negeri ini siap bertarung di dunia internasional.  Sementara UNESCO mencatat literasi negeri ini menempati urutan ke 100 dari 208 negara di dunia yang literasinya rendah.  Ini bukan narasi abal-abal tanpa fakta.  Terbukti kekonyolan tersebut belum lama ini dipertontonkan di medsos oleh generasi pewaris negeri ini.  Generasi yang nyatanya ditindas/ diperbudak oleh kemudahan digital dan mendewakan K-pop.

Sejatinya kita terusik oleh ketidakwajaran ini.  Tidak boleh kita biarkan dan membenarkan kebodohan.   Faktanya pendidikan adalah kunci menuju peradaban yang lebih maju.  

Maka setidaknya mulailah menjelajahi dunia dengan membaca.  Adapun dukungan dan langkah diperlukan dalam hal ini, yaitu:
* Orangtua, sebab pendidikan anak diawali dari keluarga.  Tanpa dukungan keras orangtua, pendidikan di sekolah tidak akan membawa hasil optimal.
* Membangun budaya membaca yang diawali oleh kedua orangtua sebagai contoh nyata anak
* Membangun komunikasi dan menanamkan mimpi kepada anak
* Kenali diri dan bereksplorasi untuk menemukan berbagai profesi pilihan ataupun cita-cita
* Menjadikan ruang digital sebagai sarana belajar yang positif

Akhirnya catatan untuk kita, pendidikan bukan semata aksara dan angka.  Melainkan tentang menggali potensi diri agar bermanfaat bagi banyak orang dan terlepas dari ketertindasan karena kebodohan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun