Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali tidak menyadari bagaimana patriarki telah mengakar kuat dalam masyarakat bahkan menjadi hal yang dinormalisasikan dan terlihat umum di lingkungan sekitar kita. Patriarki bukan hanya tentang dominasi laki-laki atas perempuan, tetapi juga tentang bagaimana nilai-nilai yang merendahkan perempuan telah terinternalisasi dalam budaya, bahasa, dan pola pikir kita. Sistem ini menempatkan perempuan dalam posisi subordinat dan sering kali dianggap sebagai hal yang wajar atau tradisional.
Sikap merendahkan perempuan sering kali terlihat dalam bentuk-bentuk yang subtil, antara lain seperti stereotip gender, contohnya misalnya seperti " bahwa perempuan adalah mahluk yang lemah dan bertugas untuk melahirkan, mengasuh anak, memasak, mencuci, mengurus rumah, dan melayani suami". Sikap ini berdampak hingga penutupan peluang bagi perempuan untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan publik atau terjadinya kesenjangan gender dalam kehidupan sosial. Apalagi di dalam dunia kerja. Hal ini tidak hanya menghambat kemajuan perempuan, tetapi juga merugikan masyarakat secara keseluruhan, karena potensi besar yang bisa ditawarkan oleh perempuan menjadi tidak optimal. Karena anggapan atau cap ini, kaum perempuan menjadi sedikit memiliki kesempatan dalam berekspresi, mengejar mimpi, dan mengejar karir impian mereka.
Tak hanya itu, sikap merendahkan perempuan juga terjadi dalam bentuk objektifikasi tubuh perempuan terlebih lagi di era digital sekarang ini banyak terjadi kasus yang melibatkan perempuan sebagai korban pelecehan, pemerkosaan, bahkan buruknya hingga pembunuhan. Di era sekarang ini, bentuk pelecehan pada perempuan tidak hanya terjadi dalam bentuk pelecehan secara langsung, akan tetapi juga melibatkan media sosial yang memanfaatkan kecanggihan teknologi seperti AI dengan tujuan yang buruk. Tak sedikit korban perempuan yang diedit sedemikian rupa dan parahnya disebar luaskan dimedia sosial. Hal ini sangat merugikan kaum perempuan karena tidak hanya merasa dilecehkan, perempuan juga akan merasa sangat tertekan dengan perlakuan kaum yang tak bertanggung jawab karena memanfaatkan visualnya sebagai media sexual harassment.
Untuk melawan hegemoni patriarki, langkah pertama yang harus diambil adalah membangun kesadaran. Kita harus mulai menyadari bagaimana kata-kata, tindakan, dan sikap kita sehari-hari dapat memperkuat atau menentang patriarki. Membangun kesadaran ini bisa dilakukan melalui pendidikan, dialog, dan refleksi diri. Misalnya, kita bisa mulai mempertanyakan norma-norma yang selama ini kita terima sebagai kebenaran mutlak, dan mengidentifikasi mana yang sebenarnya memperkuat ketidakadilan gender. Contohnya di Indonesia sendiri sudah mulai terlihat fenomena unik di sosial media mengenai gerakan feminisme dan menentang sikap patriarki yang merendahkan perempuan. Belum lama ini muncul istilah baru khususnya di aplikasi x atau twitter yang melawan kaum patriarki dengan jokes atau candaan "mpreg" Maksud dari mpreg itu sendiri adalah singkatan dari Male-Pragent. Fenomena jokes mpreg makin menjadi ketika banyak pria yang protes mengenai hak-hak perempuan, seperti hak perempuan untuk childfree, dan tidak menikah. Seolah para pria pernah merasakan proses kehamilan dan melahirkan.
Selain itu, penting juga untuk mendukung gerakan-gerakan yang bertujuan untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Ini bisa dimulai dari lingkungan terdekat, seperti keluarga dan tempat kerja, dengan mendorong diskusi tentang kesetaraan dan hak-hak perempuan. Langkah-langkah kecil ini bisa memiliki dampak besar jika dilakukan secara kolektif. Akan tetapi tentu saja tidak akan mudah dan langsung berjalan mulus begitu saja, karena rata-rata di lingkungan kita ini tak sedikit yang sudah menormalisasikan budaya patriarki.
Dalam melawan patriarki, kita tidak hanya berjuang untuk perempuan, tetapi juga untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara bagi semua. Hegemoni patriarki termasuk dalam masalah yang kompleks dan tentunya memerlukan upaya dari berbagai pihak untuk bisa dihentikan. Namun, dengan kesadaran dan tindakan yang tepat, kita bisa mulai mengubah tatanan sosial yang selama ini merugikan perempuan.
Kesadaran adalah kunci, dan melawan patriarki adalah tanggung jawab kita bersama. Patriarki bukan hanya sekadar sistem struktural, tetapi juga merupakan warisan budaya dan nilai-nilai yang terinternalisasi dalam masyarakat. Perlawanan terhadap patriarki melibatkan upaya untuk mengubah struktur sosial yang mendukung ketidaksetaraan gender dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam semua aspek kehidupan dan mencegah penindasan juga sikap merendahkan kaum perempuan. Perlu diingat bahwa hegemoni patriarki atau melawan mindset patriarki bukanlah bertujuan untuk mengangkat derajat perempuan supaya jauh lebih tinggi dari laki-laki, akan tetapi tujuan dari hegemoni patriarki adalah sebagai upaya untuk menciptakan kesetaraan gender, dan menghentikan sikap merendahkan juga melecehkan perempuan yang selalu dicap atau dianggap lemah dan derajatnya jauh di bawah laki-laki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H