Tidak dapat dipungkiri melayani adalah salah satu hal tersulit untuk dilakukan kebanyakan orang. Â Padahal, disadari atau tidak, ini berhubungan erat dengan empati atau rasa kepedulian kita. Â Namun tidak perlu diperdebatkan. Â Sebab inilah pekerjaan rumah kita bersama.Â
Apalagi jika membicarakan fakta di dalam keseharian masihlah sedikit dari kita peduli terhadap saudara kita yang difabel. Â Di negeri ini pun fasilitas untuk difabel masih teramat minim. Â Sehingga tidaklah heran jika masyarakat pun kurang peka terhadap sahabat difabel. Â Menerima mereka sebagai bagian dari masyarakat yang juga bisa dan mampu beraktivitas. Â Serta bahwa mereka ada bersama kita.Â
Padahal empati bukanlah kasihan. Â Melainkan kemampuan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Â Serta kepedulian dan penghargaan terhadap orang lain dengan tulus. Â Sederhananya kaitannya dengan difabel, tidak memandang ataupun menilai perbedaan ataupun keterbatasan mereka dari kacamata fisik semata.
Menarik dan menjadi cermin, menyoroti 54 tahun kehadiran Perkumpulan Lion Indonesia atau lebih dikenal sebagai Lions Club yang jatuh pada hari Minggu 19 November 2023. Â Terlihat hadir lebih dari 1,000 sahabat difabel baik tuna netra, tuna daksa, tuna rungu, tuna grahita, dan lainnya menikmati jalan santai di arena Car Free Day yang biasa di setiap hari Minggu di jalur Thamrin Sudirman. Â Di mana sahabat difabel dikawal ratusan orang berkaos ungu dengan gambar kepala singa berbaur di tengah ribuan orang di jalur yang sama. Â Bahkan beberapa sahabat difabel nampak berdiri di tepi jalan menyanyi dengan speaker portable ataupun bermain musik menghibur para pengunjung Car Free Day.Â
Acara jalan santai tersebut diawali pukul 07.00 WIB di Grand Sahid Jaya Hotel dengan fasilitasnya yang dinilai ramah bagi para difabel. Â Di mulai dengan pelepasan peserta oleh Menteri Sosial RI, Ibu Dr. (H.C.) Ir. Tri Rismaharini, M.T., dan ada pula Ibu Sinta Nur Wahid yang memberikan motivasi dengan menyatakan bahwa para difabel tetap berhak menikmati kehidupan layaknya manusia lainnya seperti hak untuk bekerja, hak untuk belajar dan bermasyarakat.
Sedikit informasi, Perkumpulan Lions Indonesia berdiri pada tanggal 18 November 1969. Â Di mana terbentuk Lions Club Jakarta yang disponsori dari Lions Club Australia, yang dipimpin oleh Pangeran Bintoro, adik dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Â Kemudian setelah 54 tahun, Perkumpulan Lions Indonesia berkembang menjadi 4 Distrik wilayah pengabdian dengan sekitar 12 000 anggota yang tergabung di 400 club yang tersebar di puluhan kota di Indonesia. Â Adapun Perkumpulan Lions Indonesia Multi Distrik 307 merupakan anggota dari Lions Internasional, organisasi kemanusiaan terbesar di dunia. Â Berdiri 107 tahun yang lalu, dengan 1.4 juta anggota tersebar di 200 negara.
Diketahui sepanjang perjalanannya kegiatan Lions Club fokus kepada kegiatan sosial, pendidikan, dan kemasyarakatan. Â Kemudian dinyatakan juga oleh Ibu Sinta Nur Wahid, bahwa Lions Club pun telah memberikan perhatian besar bagi kelompok difabel dengan komitmennya memberikan pembekalan dan pendampingan secara berkelanjutan. Â Hal ini paralel dengan pernyataan Ketua Dewan Gubernur Ferry Yonawan Foeh, melayani tanpa batas sebagai tagline HUT Perkumpulan Lions Indonesia ke 54, melayani dengan memberikan kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup layaknya manusia. Â Artinya kehadiran Lions Club tidaklah identik kepada bantuan bencana semata, ataupun kegiatan kemanusiaan saja. Â Tetapi juga mempersiapkan kemandirian sahabat difabel.
Maka miris mendapati masyarakat yang masih menempatkan difabel di nomor sekian. Â Serta terbatasnya fasilitas umum untuk sahabat difabel. Â Padahal mereka pun memiliki talenta yang bisa diasah untuk menumbuhkan kepercayaan diri, serta kemandirian. Â Buktinya, ini tampak dari beberapa mata acara di perayaan Lions Club yang justru diisi oleh para difabel, seperti atraksi para tunanetra melalui marching band. Â Serta tarian dan penampilan musik angklung dari kelompok Down Syndrome yang merupakan binaan Anggota Lions.
Pelajaran berharga untuk kita yang melabeli diri sempurna, nyatanya justru "diajarkan" arti mandiri oleh mereka sahabat difabel. Â Bahwa mereka yang "terbatas" namun menjadi tidak terbatas. Â Kebutaan tidak berarti gelap. Â Tuli bukanlah sunyi. Â Bahkan sekalipun keterbatasan daya tangkap tidak berarti tidak ada yang bisa dipelajari.
Di sini Lions Club Indonesia telah menterjemahkan arti melayani tanpa batas dengan baik. Â Mereka sahabat difabel telah dibentuk untuk mandiri, dan siap hidup bermasyarakat.
Pertanyaannya, lalu bagaimana dengan kita? Â Sudahkah kita memberikan ruang kepada sahabat difabel selama ini? Â Serta sudahkah kita menerima keberadaan mereka di tengah kita? Â Semoga orang baik tidak berhenti pada kegiatan Lions Club Indonesia semata. Â Tetapi juga diikuti oleh banyak masyarakat Indonesia lainnya.