"Aku ingin menjadi dokter!" Â Lantang si kecil menjawab ketika ditanya apa cita-citanya nanti, padahal usianya belum 5 tahun. Â Kitapun bahkan kerap menemukan jawaban, pilot, guru, atlet, artis/ aktor, seniman, bahkan pengusaha. Â Bisa jadi karena profesi ini melekat dalam keseharian mereka. Â Tetapi begitupun, rupanya tidak semua anak memiliki cita-cita. Â Buktinya, banyak anak bingung saat memilih bangku kuliah. Â "Duhh.... enaknya gua jadi apa yah? Â Ehhhmmm...yang gampang dan cepat, tapi banyak cuannya profesi apa yah?" Â Lalu yang terkonyol ketika anak membiarkan orang tua menentukan dirinya jadi apa. Â Duhhh...mending dubrak sajalah!
Cita-cita adalah sesuatu yang tidak nyata, tetapi merupakan keinginan yang selalu ada di benak seorang anak. Â Sekaligus harapan hidup yang berkaitan dengan profesi di masa depan seseorang.
Mungkin tidak disadari, tetapi umumnya di usia 4 tahun anak sudah memiliki cita-cita. Â Jujur, menurutku cita-cita penting! Â Kenapa? Â Sebab, cita-cita menyangkut pengharapan, visi dan tujuan. Â Inilah yang akan membuat anak tahu apa dan kenapa dirinya melakukan sesuatu di kehidupannya. Â Tidak sekedar membiarkan hari lepas hari berlalu tanpa arti. Â Anak adalah kertas kosong yang harus diisi dengan tujuan sehingga dirinya tahu melangkah. Â Mirisnya, ini "terlupa" dengan banyak pembenaran.
Berikut hal yang mempengaruhi cita-cita anak, yaitu:
- Latar belakang pendidikan orang tua sangat mempengaruhi nilai seorang anak. Â Umumnya, jika orang tuanya dokter, maka anaknya akan mengikuti profesi orang tuanya. Â Walaupun tidak selalu demikian, karena anak juga memiliki kehendak bebas yang sedikit banyak dipengaruhi oleh pergaulan dan kehidupannya selama ini.
- Pola asuh, yaitu menyangkut peran penting orang tua untuk memberikan pengertian sederhana tentang peran-peran yang ada di lingkungan mereka. Â Sebagai contohnya, saat bertemu orang lain, maka kenalkan profesi orang tersebut, ataupun ketika melakukan perjalanan bertemu ragam orang maka sebaiknya melakukan diskusi dengan menjelaskan peran/ profesi ataupun kehidupan yang ditemui dengan bahasa sederhana. Â Tetapi membuka wawasan anak bahwa dunia ini berwarna.
- Orang tua sebagai panutan, yaitu ketika anak melihat profesi bapak dan ibu. Â Kemudian termotivasi ingin seperti orang tuanya yang terlihat rapi dan keren dalam balutan pakaian kantor, ataupun profesi.
Miris ketika mendengar pendapat, "Ah...untuk apa punya cita-cita, karena belum tentu tercapai!" Â Pendapat ini salah besar, karena cita-cita juga mengajarkan proses! Â Proses ketika seorang anak memiliki tujuan dan jatuh bangun untuk mencapainya. Â Pada saat bersamaan si anak belajar banyak hal yang ditemui dalam hidupnya, dan inilah yang dinamakan pilihan. Â Pilihan yang menjadikannya pribadi berwawasan dan tangguh.
Berikut manfaat anak memiliki cita-cita, yaitu:
- Motivasi belajar, karena tanpa belajar yang giat maka mustahil mencapai impian. Â Ingat, hidup juga sebuah persaingan.
- Melatih mental, karena anak diajarkan untuk kuat sekalipun menemui hambatan hingga jatuh bangun.
- Membantu meraih impian, cita-cita adalah dasar yang memicu anak untuk meraih mimpinya.
- Menghargai proses, ketika anak diajarkan siap menghadapi pertempuran dan sekaligus siap untuk gagal. Â Belajar dari kegagalan mencari yang terbaik dan tepat untuk dirinya.
- Memperluas wawasan seiring tumbuh kembangnya
Hidup adalah perjalanan panjang dan perjuangan untuk berhenti di sebuah tujuan yang kita namakan mimpi atau cita-cita. Â Pertanyaannya, akankah seorang anak memahami tujuan jika orang tua lalai menanamkan mimpi kepada si anak. Â Sementara waktu berlalu, dan anak bertumbuh tetapi kehilangan arah tujuan.
Sumber
http://repositori.kemdikbud.go.id/587/1/31%20MEMAHAMI%20CITA-CITA%20ANAK.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H