Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hadapi Covid, Bedakan Bijak Berhikmah dan Panik

9 Februari 2022   02:50 Diperbarui: 9 Februari 2022   03:43 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://news.detik.com/

Gelombang ke-3 Covid tidak terelakkan.  Mengatakan lelah, sudahlah pasti karena sejak kedatangan Covid pertama kali, hidup kita maaf seolah mati segan, hidup tak mau.  Tetapi apakah iya memang begitu, ataukah sebenarnya ada yang bisa kita pelajari dari pandemi ini?

Menilik ke belakang, gelombang pertama adalah bagian tersulit.  Dikarenakan banyaknya masyarakat kita yang tidak percaya dan lebih memilih menciptakan narasinya.  Ada yang mengatakan ini konspirasi, bisnis para petinggi, kutukan dan berbagai karangan bebas lainnya.  Padahal jelas-jelas bukan hanya satu, tetapi ribuan nyawa manusia di dunia melayang dihantam Covid.

Maaf, tetapi kocaknya di saat bersamaan rakyat berteriak agar pemerintah mengadakan vaksin.  Begitupun diusahakan ternyata tidak semudah membalikan gorengan tempe istilahnya.  Lagi-lagi, untuk mensosialisasikan vaksin pun butuh kerja keras. Hingga harus "diupahin" bansos beras dan minyak goreng agar mau divaksin.  Padahal vaksin tujuannya untuk membantu membangun imunitas.  Memperkecil kemungkinan efek terburuk, kurang lebihnya.

Singkat cerita, gelombang ke-2 dengan berbagai cerita di dalamnya berjalan padat merayap.  Seiring berjalannya vaksin pertama dan kedua.  Sirene ambulans dan kemah darurat di sejumlah rumah sakit pun tidak lagi menjadi konsumsi harian yang horor.  Prilaku masyarakat pun berubah.  Selain teknologi yang kini masuk dalam sendi kehidupan dan membantu memutus interaksi langsung manusia.   Kemudian protokol kesehatan (prokes) telah menjadi prilaku baku.  Memakai masker, jaga jarak, cuci tangan adalah diri kita harusnya.

Tetapi rupanya, kondisi "percaya diri" justru membuat lengah.  Berlahan hal paling sederhana tetapi penting memakai masker mulai ditinggalkan.  Heheh.... ada saja alibinya, "Ah...cuma sebentar kok.  Duhhh...nggak betah, sesak jadi tidak bisa bernafas."Maaf yah, jujur mendengar ocehan seperti ini ingin menjawab, "Masih untung sesak sebentar tidak bisa bernafas, ketimbang berhenti bernafas untuk seterusnya!"

Bebal dan meremehkan adalah paket terjun bebas!  Inilah yang terjadi pada Omicron, varian yang digadang-gadang "ramah" tidak mematikan.  Hahah...saya pribadi bertanya, "Apakah harus mematikan baru membuat kita takut?"  Belum lagi ocehan sebagian orang, "Jangan panik karena hanya akan menurunkan imun.  Kita doakan, semua sehat dan terlepas dari pandemi."

Omongan seperti ini dodol akut!  Maaf, Dia yang Maha Pencipta saja rasanya akan geli mendengar.  Kenapa, karena Dia memberikan kita hikmah alias akal sehat.  Artinya, menghadapi pandemi seperti saat ini gunakanlah hikmah ketimbang kepala batu.  Jadi ini bukan persoalan panik kawan.

Panik adalah ketika kita tidak tahu harus berbuat apa, sehingga yang terjadi adalah hantam dan asal jadi.  Sedangkan berhikmah, ketika kita mengambil langkah yang tepat menyesuaikan kondisi yang ada agar mencegah/ mengurangi dampak buruk.

Di dalam kaitannya dengan gelombang ketiga, kedatangan Omicron yang terkesan ramah tetapi ternyata tidak demikian.  Harusnya tidak akan terjadi jika prilaku prokes tidak dilanggar oleh banyak dari masyarakat kita.

Lihat saja saat ini masyarakat lengah melepaskan masker ketika beraktivitas.  Tidak hanya di pasar atau mall.  Melainkan juga di kegiatan-kegiatan lainnya, dan bahkan ada sebagian orang yang melepaskan masker ketika berada di ruangan ber-AC.  Ini miris banget!  Apakah kurang jelas selama lewat 2 tahun diberitahu/ diedukasi bahwa AC termasuk media pengantar virus.  

Itu sebabnya, orang yang berada di dalam ruang ber AC wajib menggunakan masker.  Bahkan pelajar saja harus rela berkeringat tidak memakai AC selama berada di dalam kelas.  Sehingga jendela dan pintu dibuka.  Kenapa, selain agar tidak panas, juga pastinya memastikan sirkulasi udara berputar dengan baik jika menggunakan kipas sebagai gantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun