Orang baik, ehmm...apa sih definisinya orang baik? Â Apakah karena suka membantu, suka memberi uang, suka mengalah, atau mungkin karena taat pada Tuhan? Â Bisa jadi sih itu masuk kriteria orang baik, tetapi pertanyaannya apakah dilakukannya tulus?
Cerita seorang sahabatku semasa SMA. Â Kebetulan hingga kini kami masih berteman, namanya Pendra. Â Waktu puluhan tahun membawa kami menemukan jejak lagi. Â Meski belum pernah ketemuan, tetapi kami tetap bercakap lewat WA. Â Pembicaraan tentunya sudah beda topik. Â Bukan lagi gaya anak SMA, tetapi tentang keluarga dan sisi kemanusiaan. Â Yup, kami memiliki ketertarikan yang sama, kemanusiaan.
Di satu kesempatan aku tertarik dengan postingan Pendra. Â Menulis tentang sosok lelaki yang ditemui sedang menanam di taman komplek mereka. Â Beliau begitu asyik membuat lubang dengan skop kecilnya, dan menanam benih tanaman. Â "Bro, siapa itu bapak yang baik hati?" Â Pertanyaanku via WA ke Pendra. Â Lalu mengalirlah cerita Pendra, dan atas seizinnya aku menuliskan ini. Â Cerita yang menyentuh dan sangat menginspirasi.
Namanya Pak George Gagarin, tetapi orang di komplek mereka biasa menyebutnya dengan panggilan Pak Pendeta. Â Beliau nampaknya seorang yang dituakan, atau kalau di Gereja biasa dikenal sebagai Penatua. Â Pak George memang dikenal oleh warga komplek sebagai sosok yang baik, dan bersahaja. Â Tetapi bukan ini yang membuat aku dan Pendra tersentuh.
Menjadi tokoh agama tidak serta merta membuat orang menjadi baik. Â Menurutku sih begitu, karena menjadi orang baik adalah ketika kita memberikan diri kita dengan tulus, ikhlas tampa pamrih untuk kebahagiaan orang lain. Â Sehingga definisi orang baik bagiku, orang yang memberikan hatinya.
Inilah yang dilakukan Pak George, dengan hatinya beliau menanam berbagai tanaman bermanfaat di komplek perumahan mereka. Â Di taman komplek sengaja ditanamnya pandan dan sereh yang kemungkinan akan lebih bervariasi nantinya. Â Kenapa begitu?
Begini, di depan rumah Pak George sendiri ditanamnya subur pohon kemangi, jahe merah dan kunyit. Â Lalu luarbiasa beliau dengan senang hati mengizinkan warga setempat boleh mengambilnya jika membutuhkan. Â "Silahkan ambil jika ada warga yang butuh. Â Tidak perlu ketuk rumah saya, ataupun izin. Â Ambil saja, tidak apa-apa," begitu katanya kepada Pendra sahabatku yang mendengarnya dengan mata berkaca-kaca.
Demikian juga dengan pohon-pohon yang ditanam di taman, boleh dipetik oleh warga. Â Sengaja dirinya menanam dan merawatnya. Â Tetapi untuk dinikmati orang banyak, warga komplek!
Pandemi memang membuat orang menjerit, "Kami susah! Â Kami hancur, dan berbagai teriakan kami ini dan itu." Â Pertanyaannya, jika semua teriak, siapa yang mau menolong? Â Siapa yang mau berbuat untuk membuat kondisi ini ringan? Â Apakah semua hanya menunggu untuk dibantu? Â Apa dipikirnya malaikat akan tiba-tiba turun?