Aku mengayuh sepeda, dan dua rodanya berputar. Â Membawa melintas badai kehidupan. Â Menelan kepahitan untuk tak terbatas sabar. Â Mengalahkan lelah dan emosi yang kian berat menjerat.
Setiap manusia mengayuh sepedanya. Â Mempertemukannya kepada harapan dan tujuan. Â Tidak mudah, ada krikil dan batu di perjalanannya nanti. Â Menggores, hingga menusuk tajam roda. Â Mencoba paksa hentikan kayuh untuk kecewa.
Berputar roda sepeda, di atas lalu di bawah bergantian. Â Demikian kehidupan, bahagia dan airmata berlomba jadi juara. Sedangkan diriku mengayuh diantara mereka. Â Percaya tidak akan dikhianati tetesan peluh yang menyatu dalam airmata.
Aku begitu lelah dalam segala. Â Kedua kakiku menopang tubuh yang kian remuk memanggul beban. Â Hati yang redam dihantam kecewa, berkali hingga rasa ini mati. Â Hanya bersyukur yang membuat sabar dan bertekun.
Roda, tak dibawah untuk mencapai tujuan. Â Aku harus mengayuhnya, sekalipun krikil menggores tinggalkan bekas. Â Menjadi catatan bahagia untukku tersenyum nanti. Â Dan aku juara, karena tak berhenti di kata kecewa.
Jakarta, 19 Februari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H