Kedua, mengatakan masyarakat Pariaman homogen rasanya sih kurang tepat. Kenyataannya negeri kita ini majemuk alias hetrogen. Inilah yang harusnya dijaga, agar minoritas tidak merasakan tekanan dari mayoritas. Â Entah itu secara langsung ataupun tidak, dan kebetulan saat ini terjadi di sekolah.
Semisalnya pun selama ini "diam" bukan berarti benar dan aman. Â Tetapi sangat mungkin banyak faktor yang menjadi alasannya, misalnya takut, tidak mau repot, atau rasa tertekan itu sendiri. Rasa tertekan yang diakibat oleh lingkungan. Â Seharusnya, sebagai pemimpin daerah membaca ini sebagai hal yang tidak benar. Simpel saja kok, bertanyalah bagaimana jika cerita dibalik posisinya.
Ooo...atau mungkin ada keberatan kenapa sih kok harus sampai melahirkan SKB 3 menteri, dan tidak bisa diselesaikan oleh Gubernur misalnya. Â Begini yah, tolong dipahami sekolah adalah murni lembaga pendidikan. Terkecuali jika sekolah dengan khususan agama seperti pesantren misalnya.
Berbicara sekolah negeri di sini, selain anak-anak mempersiapkan diri menjadi penerus bangsa dengan mengasah ilmu dan talenta. Â Di bangku sekolah anak-anak tersebut harus mengenal kebhinekaan tanpa beban identitas agama. Â Kita umpamakan saja sekolah ibarat Indonesia dalam ukuran kecil karena beragam peserta didiknya.
Pentingnya negara hadir karena Indonesia yang sekarang semakin kehilangan jati diri dan kebhinekaannya. Lalu, agama berlahan kehilangan kesakralannya karena "dipaksa" masuk dalam setiap sendi kehidupan negeri ini, termasuk dunia pendidikan.
Ketiga, sebagai Wali Kota, adalah tugas kepala daerah untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan. Â Ada baiknya Genius Umar menengok kembali sumpah jabatan. Â Melihat kepentingan bangsa ini dan tidak berjalan dengan pemahamannya sendiri.
Langkah telah diambil oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik mengatakan dirinya sudah menegur langsung Wali Kota Pariaman, Genius Umar melalui telepon. Semoga teguran lisan ini tidak berujung sanksi nantinya.
Akhirnya berharap sangat, ke depan generasi bangsa Indonesia kembali berwarna, dalam identitasnya saya Indonesia.
Jakarta, 18 Januari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H