Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kritik dan Demokrasi Kebablasan

10 Februari 2021   04:16 Diperbarui: 10 Februari 2021   04:19 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mahkamahnews.org/

Demokrasi atau kebebasan berpendapat kadang jadi kebablasan.  Inilah fakta yang kita temui pada masyarakat kita dan elitnya belakangan ini. Suara-suara "tidak puas" yang diarahkan kepada pemerintah tetapi cenderung bersifat nyinyir, menghakimi, mengarah kepada penghinaan atau ujungnya jadi menggiring kepada pembodohan.

Apa sih kritik?

Berasal dari bahasa Yunani, kritikos yang berarti dapat didiskusikan. Dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa kritik adalah proses analisis dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.

Secara pengertian, artinya kritik bertujuan untuk sebuah perbaikan agar membawa perubahan yang lebih baik.  Singkatnya, kritik sejatinya bersifat konstruktif atau membangun, dan bukan destruktif atau menghancurkan. 

Jika kita kaitkan dengan gaung demokrasi atau kebebasan berpendapat, maka kritik yang disampaikan haruslah bisa dipertanggungjawabkan. Kok begitu, katanya bebas berpendapat.

Hahah...jangan lupa kawan, maaf, ini bukan hutan belantara yang seenaknya saja orang bisa bersuara!  Tetapi di dalam sebuah negara ada aturan, atau yang kita kenal sebagai perangkat hukum yang mengatur.  Artinya, sekalipun dalam konteks berpendapat haruslah menjunjung hukum yang berlaku.

Mari kita bicara mengenai kondisi negeri yang kita cintai ini, Indonesia. Demi meningkatkan pelayanan publik, dikatakan Presiden Joko Widodo meminta masyarakat lebih aktif menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah. Sayangnya gayung tak bersambut, dan suara minus pun terdengar, seolah mereka yang kritik berakhir di balik jeruji?

Saya tidak sepaham mengenai ini.  Menurut saya, selagi kritik tersebut disampaikan sesuai koridornya, dan tidak melawan hukum maka tidak ada yang harus dikhawatirkan.  Itulah sebabnya sebelum menyampaikan kritik pastikan dulu beberapa hal dibawah ini:

  1. Kritik disampaikan untuk membangun
  2. Menguasai permasalahan yang ada
  3. Memberikan masukan atau solusi dari persoalan
  4. Penyampaian kritik dengan media yang tepat
  5. Kritik diberikan untuk kebijakannya, dan bukan menyerang orangnya
  6. Kritik tidak menimbulkan ujaran kebencian
  7. Kritik tidak bersifat SARA

Inilah yang harusnya dipahami oleh masyarakat kita.  Jika pun ada beberapa kejadian yang berakhir dengan proses hukum, bukanlah karena suara atau kritik yang disampaikannya.  

Tetapi karena disampaikan dengan tidak beradab, dan kritik yang disampaikan tidak ada substansinya. Isinya tidak lebih dari ujaran kebencian dan penghinaan.  Jauh dari niatnya untuk memberikan masukan yang membangun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun