Lalu aku menghampiri anakku yang terduduk bingung sendiri. Â Aku minta maaf kepadanya karena tidak tahu bahwa permintaan temannya itu berkelanjutan. Â Kemudian aku menjelaskannya, tidak benar selalu memberikan hasil tugas sekolah ke temannya itu. Â Satu atau dua jawaban boleh, tetapi tidak seluruh hasil kerja. Â Berdiskusi boleh, tetapi tidak terima beres.
Tidak gampang untukku membuatnya mengerti. Â Anakku berdalih dicuekin saja, nggak usah jawab WA dia ma. Â Tetapi aku tidak setuju, karena mendiamkan WA nya bukan solusi, Â Itu menghindar, dan bukan menyelesaikan.
 "Dek, tulis sekarang di WA, bilang maaf aku tidak bisa kasih kamu."  Begitu kataku dengan lembut tapi tegas.  Aku menunggunya menulis kalimat itu di WAnya dan memastikan terkirim
 Bla..bla...bla...awalnya anakku mencoba berkelit ketika aku memintanya menuliskan WA tersebut.  Paham, anakku khawatir respon dari temannya itu. Â
Tetapi, aku mengajak anakku ini berpikir, bahwa ketika PJJ saja teman itu berani sok berkuasa, dan ini namanya bullying. Â Bullying tidak selalu berupa kata-kata merendahkan, menghina ataupun mempermalukan. Â Tetapi bullying bisa juga berupa terror atau tekanan.
Bayangkan jika kita tidak berani bersikap. Â Ketika sekolah normal, bukan tidak mungkin akan lebih menggila. Â Model anak seperti ini bukan hanya satu, bisa jadi lebih. Â Tetapi, ketika kita berani bersikap dan tidak memberi kesempatan orang lain menekan maka orang tidak bisa seenak hati kepada kita.Â
Kemudian aku menjelaskan kepada anakku, bahwa di luar sana penuh kejutan. Â Orang akan main sikut seenaknya. Â Kita harus berani bersikap agar tidak dipermainkan atau diremehkan. Intinya, kita harus menghormati diri sendiri terlebih dulu, supaya orang lain hormat kepada kita. Jangan pernah biarkan orang menindas kita dalam bentuk apapun.
Pelajaran berat dan berharga untuk kami berdua. Â Aku memilih menyelesaikannya sendiri tanpa harus bercerita kepada wali kelas. Â Ini juga salahku, di awal terjadi tidak memantau perkembangannya. Â Teguran banget untukku yang meskipun sudah berusaha memantau anak-anak semasa PJJ, ternyata masih kurang rinci.Â
Tetapi, bersyukur karena si bungsu datang kepadaku saat dirinya merasa tidak nyaman atas kelakuan temannya itu. Â Maafin mama yah dek.
Ehhhmmm....lalu bagaimana kelanjutan WA nya? Â Apakah anak tersebut marah? Â Menurut anakku, temannya itu tidak menjawab meskipun pesan sudah dibaca olehnya.
Baguslah, setidaknya anak tersebut sudah tahu bahwa ke depan tidak bisa lagi meminta hasil tugas sekolah seenaknya. Â Dia harus tahu bahwa anakku ini berani bersikap.