Seiring bergulirnya waktu, dan karena kini mama stroke maka acara masak-masak menjelang natal tidak lagi berlanjut. Â Hanya urusan kue yang berlanjut, dan itu bagian aku! Â Kali ini aku semakin sakti karena sudah bisa membuat kue kering! Â Hehhehe....bedanya tidak ada bisnis, seperti ketika bapak masih bersama.
Berbeda ketika dimasa kecil, maka kini kami mempunyai menu pendatang baru namanya lemang, dan biasa dimakan dengan tape yang terbuat dari ketan hitam ataupun rendang.Â
Lemang merupakan masakan khas Sumatra, sajian yang terbuat dari beras ketan, kemudian dimasak di dalam bambu dengan cara membakarnya.
Tidak hanya menjadi icon natal kami sekarang ini, spesialnya lemang ini karena dibuat oleh kerabat kami sendiri di daerah Kemayoran. Bayangkan hari gini masih ada pengrajin lemang! Â Hebatnya lagi, semua bahan dan prosesnya dilakukan dengan cara tradisional.
Nah, kebiasaan keluargaku setiap natal seluruh Namboru dan Tulang beserta anak mereka, dan cucunya berkumpul di rumah kami setelah mereka selesai ibadah. Â Kenapa begitu, karena bapak adalah anak lelaki yang dituakan oleh mereka, begitulah adat Batak. Â Kebiasaan itu terus berlanjut hingga kini meski bapak sudah berpulang.
Natal memang bukan semata soal kado dan menu natal. Â Tetapi natal adalah rasa bersyukur untuk semua kebaikan Tuhan. Â Jika Yesus Kristus memberikan hidupNya untuk kita, maka natal menyadarkan kita juga untuk berbuat hal yang sama, karena itulah cinta dan kasih.
Inilah sukacita natal kami. Â Jika tidak karena pandemi, kami juga berbagi kepada orang-orang terdekat, seperti pekerja di rumah, teman, bahkan bajaj langganan yang sudah akrab dengan keluarga kami.
Selamat Hari Natal untuk Kompasianer yang merayakan. Â Teruslah menebarkan cinta dan kasih, karena Yesus telah buktikan itu di kayu salib.
Jakarta, 25 Desember 2020