Mohon tunggu...
aurina putri
aurina putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Problematika Indonesia, Lupa Pancasila

1 Juni 2017   13:01 Diperbarui: 1 Juni 2017   13:34 1400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 membawa sensasi tersendiri dari tahun sebelumnya. Pasalnya tahun ini diwarnai dengan perbedaan pandangan, dan strategi politik yang dibilang cukup rumit untuk dilogika. Masalah demi masalah timbul dan menjadi “batu penghalang” bagi ketiga calon gubernur. Salah satu masalah yang runyam, adalah tentang kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau yang kerap disapa Ahok. Dalam sebuah pidato yang dilakukan oleh Ahok di Kepulauan Seribu, memang membawa-bawa sebuah ayat suci Al-Qur’an, yakni Surat Al-Maidah ayat 51. Kasus Ahok langsung menjadi buah bibir masyarakat seluruh Indonesia, tidak hanya di DKI Jakarta saja. Kemelut politik yang dihadirkan tiada hentinya menyudutkan dan memperkeruh keadaan yang makin panas. Hal ini disebabkan oleh kepentingan-kepentingan oknum politik yang berbeda visi dan misi.

Seperti yang dilansir oleh sebuah media, Ahok membenarkan bahwa ia memang mengutip Surah Al-Maidah yang digunakannya dalam pidato di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016. Alasan ia mengutip adalah sebagai bentuk sindiran terhadap beberapa PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang saat itu memandang sebelah mata seorang non-muslim jika menjadi seorang pemimpin. Akan tetapi Ahok tidak pernah mengutip ayat suci Al-Qur’an lagi setelah adanya teguran dari pihak MUI (Majelis Ulama Indonesia). Namun permasalahan tidak sampai disitu, beberapa kali Ahok diapnggil dalam persidangan guna pemeriksaan atas tuduhan penistaan agama yang dilakukannya tersebut. Beberapa bulan lamanya setelah melalui proses hukum yang berbelit-belit, akhirnya Ahok mendapatkan tuntutan hukuman 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun.

Kemelut politik dan masyarakat semakin tersulut dengan adanya keputusan hakim tersebut. Banyak pihak pro Ahok yang memberikan dukungan, namun banyak juga pihak kontra yang senang atas dipenjakannya Ahok. Hakim menilai Ahok telah merendahkan Surah Al-Maidah ayat 51 yang merupakan bagian dari kitab suci Al-Quran. Hakim juga beranggapan bahwa merendahkan Surah Al-Maidah ayat 51 sama saja dengan merendahkan kitab suci Al-Qur’an.

Adanya putusan yang disampaikan hakim, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa itu hanyalah “akal-akalan” team sukses dari lawan politiknya. Kampanye yang dinilai tidak sportif karena saling jegal terjadi dari pihak-pihak kubu. Belum lagi para provokator dengan lihai memainkan lidah mereka sebagai senjata untuk menjatuhkan lawan politik yang dirasa berat untuk menjadi saingan. Apalagi sekarang ini, informasi dengan mudah diakses tanpa mengetahui valid atau tidaknya sebuah informasi. Tak jarang berita-berita palsu dipasarkan guna menjatuhkan image lawan. Berita-berita yang tidak valid tersebut sering dinamakan dengan hoax.

Hoax semakin mudah menyebar dengan cepat, dikarenakan kebiasaan orang Indonesia yang hanya suka membagikan berita-berita di media sosial tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu. Hoax merupakan cara termudah dalam menjatuhkan lawan, tak heran bila fitnah bertebaran dimana-mana. Hoax diciptakan oleh pemilik kepentingan yang ingin dengan instan menimbulkan perubahan emosi, mengubah tentang persepsi dan opini masyarakat. Berita-berita palsu inilah yang nantinya akan menimbulkan sebuah permasalahan lagi yang memakan korban.

Salah satu contoh korban hoaxterhangat adalah Rinton Girsang (36) yang merupakan mantan anggota polri. Ia difitnah sebagai pelaku bom bunuh diri yang terjadi di Terminal Melayu, Jakarta Timur. Ia didampingi oleh Kabid Humas Polda Kalimantan Barat membuat konferensi pers demi meluruskan berita yang sudah mencemari nama baiknya tersebut. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan peristiwa bom bunuh diri yang terjadi dan jelas-jelas sekarang ia masih hidup. Ia juga mengharapkan pemulihan nama baik keluarganya dan penangkapan tersangka yang sudah memfitnah dirinya tersebut.

Memang akhir-akhir ini perhatian masyarakat dialihkan melalui pemberitaan-pemberitaan mengenai bom bunuh diri. Banyak netizen yang mengira itu hanyalah hoax semata. Banyak juga anggapan bahwa ini hanyalah pengalihan isu yang kerap dilakukan pemerintah atau oknum politik tertentu. Namun ternyata kejadian bom bunuh diri tersebut benat-benar terjadi di Terminal Melayu, Jakarta Timur. Hal tersebut sontak berhasil membuat perhatian seluruh warga Jakarta. Setelah penat dengan kasus-kasus politik dan penistaan agama, kini hadirlah sebuah tragedi yang digembar-gemborkan merupakan ancaman sebuah organisasi radikal yang membahayakan. Jika begini, apa yang bisa dilakukan.

Bom bunuh diri yang diduga dilakukan oleh 2 pelaku, hingga saat ini mengakibatkan 9 korban yang sebagian besar adalah seorang polisi. Bom bunuh diri dilakukan pada tanggal 24 Mei 2017dan dari hasil olah TKP (Tempat Kejadian Perkara), polisi mengatakan bahwa bom meledak dua kali yakni pada pukul 21.00 WIB dan 21.05 WIB. Kejadian ini sebenarnya bukan pertama kali terjadi, sebelumnya hal serupa terjadi Solo, Thamrin dan Tangerang. Objek utama dalam serangan bom ditujukan untuk polisi, yangmana pelaku teroris mengganggap itu adalah sesuatu hal yang harus mereka singkirkan. Pengeboman dilakukan pada acara-acara atau tempat-tempat yang terdapat polisi dengan jumlah yang banyak. Belum diketahui definisi tentang tujuan mereka (pelaku bom bunuh diri) melakukan hal tesebut. Jelasnya, mereka mengincar polisi.

Aksi bom bunuh diri tersebut seperti memberikan nuansa berbeda setelah beberapa pekan lamanya dijejali dengan polemik politik yang membahas tentang pilkada yang diadakan untuk DKI Jakarta. Seakan-akan masyarakat diguncang dengan pemberitaan masalah yang beragam genre. Setelah penat dan bosan dalam permasalahan kasus dugaan penistaan agama, kini bom bunuh diri yang mengancam juga tidak kalah dalam menarik simpati masyarakat. Masyarakat beranggapan bom bunuh diri tersebut dilakukan oleh sebuah organisasi agama radikal ISIS yang dikabarkan sudah mulai memasuki Asia Tenggara. Anggapan tersebut berhasil dilontarkan akibat peristiwa demi peristiwa bom bunuh diri dirasa cukup terorganisir dan tertata rapi, seperti ada dalang dibalik semua peristiwa pengeboman yang terjadi.

Organisasi ISIS memang akhir-akhir ini mengalami banyak kekalahan di Negeri Timur, hingga akhirnya mereka terus berpindah-pindah tempat. Dimana teori balon yang terjadi menyebabkan ISIS terus berkembang dan tercerai berai. Untuk menjaga ideologi serta keuntungan ekonomisnya, maka ISIS perlu menjaga eksistensi keberadaanya, salah satunya dengan menggunakan bom bunuh diri yang sering dilakukan. ISIS juga mengklaim bahwa mereka yang bertanggung jawab atas kejadian bom bunuh diri di Terminal Melayu, Jakarta Timur. Mereka menegaskan bahwa eksekutor dalam pengeboman adalah anggota dari ISIS dan mereka menyebutnya sebagai “pejuang”. ISIS sudah menjadi ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelompok radikal ini awalnya terkonsentrasi di daerah Poso dan akhirnya mulai menyebar ke daerah Surabaya dan Surakarta diakibatkan oleh desakan yang dilakukan oleh gabungan TNI Polri. Ancaman berupa teknologi yang ditawarkan ISIS pun cukup membahayakan, strategi yang direncakan pun cukup membuat aparat keamanan Indonesia semakin pontang-panting.

Ketika semua berfokus pada kasus dugaan penistaan agama dan bingung tentang adanya perbedaan ideologi di dalam Indonesia, di sisi lain ancaman teror bom semakin nyata ada di depan mata. Di negara lainnya sedang berlomba-lomba memajukan teknologi mereka, mengapa Indonesia masih diam di tempat saja?. Indonesia adalah negara yang yang mempunyai banyak pulau, tentu saja keberagaman adalah hal yang biasa. Jangankan berbeda bahasa dan adat, berbeda agama sudah menjadi hal yang wajar. Untuk itu mengapa Indonesia masih saja mempermasalahkan tentang agama pemimpin mereka? Apakah agama pemimpin lebih penting ketimbang kinerja yang dicapai? Berbicara tentang agama adalah hal yang rawan, banyak yang menganggap hal tersebut tabu untuk dibahas. Agama merupakan urusan pribadi setiap orang yang tidak harus dipublikasikan dan gembar-gemborkan. Pada masa sekarang, bukan agama yang dilihat dalam dunia kerja, dunia politik ataupun dunia lainnya, melainkan bagaimana seorang itu berperan aktif dengan hasil kerja yang menjanjikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun