Mohon tunggu...
Desvita Bintang
Desvita Bintang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya tertarik untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesetaraan di Ruang Kelas: Wajah Baru di Pendidikan Inklusi

29 Desember 2024   20:21 Diperbarui: 29 Desember 2024   20:21 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan merupakan hak dan tanggung jawab seluruh warga negara. Setiap individu dianggap berhak mendapatkan pendidikan yang sama tanpa memandang latar belakang yang dimiliki. Kebijakan ini dimuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang pantas dan berkualitas. Begitu juga dengan anak berkebutuhan khusus, mereka memiliki kemampuan istimewa untuk dikembangkan. Meskipun kebijakan tersebut sudah jelas tercantum dalam Undang-Undang, dalam pelaksanaannya masih terdapat sejumlah tantangan yang menghambat proses pendidikan (Budijanto & Rahmanto, 2021).

Dalam konteks ini, pendidikan inklusif muncul sebagai pendekatan strategis untuk menciptakan kesetaraan di ruang kelas. Pendidikan inklusif tidak hanya memberikan akses kepada anak-anak berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah umum tetapi juga menanamkan nilai-nilai toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman. Pendidikan inklusif merupakan pendekatan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhan anak tanpa memandang kondisi fisik, sosial, dan kultur budaya (Biantoro & Setiawan, 2021). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa melibatkan anak-anak dengan berbagai kebutuhan dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah umum, pendidikan inklusif bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung keragaman dan kesetaraan (Banks, 2004). Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi tidak hanya merupakan tanggung jawab moral tetapi juga strategi kunci dalam membangun masyarakat lebih adil dan merata.

Melalui implementasi pendidikan inklusi, sekolah dapat mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap anak-anak dengan kebutuhan khusus, serta menanamkan nilai-nilai toleransi dan saling menghargai di kalangan peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang menegaskan bahwa setiap individu berhak mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi. Ketika anak diberi kesempatan yang sama untuk berkembang, maka anak tersebut akan dapat memberikan kontribusi positif bagi anak di masa depan (Maa'ruf, 2023). Dalam pandangan lain, Gay (2002) menyatakan bahwa melibatkan nilai kearifan budaya dalam pendidikan inklusif juga dianggap sebagai sebuah pengakuan terhadap keragaman kultural, bahasa, dan norma yang dapat membantu pembentukan identitas setiap peserta didik.

Dalam implementasi pendidikan inklusi, terkadang guru biasanya tidak proaktif dan ramah terhadap semua anak. Hal tersebut menimbulkan keluhan dari orang tua yang peduli terhadap anak berkebutuhan khusus. Padahal peran pendidik dalam menerapkan pendidikan inklusi sangat vital. Pendidik tidak hanya bertanggung jawab untuk mengajar mata pelajaran tertentu, tapi juga harus menciptakan suasana yang mendukung kegiatan belajar mengajar secara inklusif bagi semua peserta didik. Pendidik harus menggunakan pendekatan pembelajaran yang inklusif untuk memenuhi kebutuhan peserta didik inklusif. Pendidik juga diharapkan lebih mengembangkan kompetensinya melalui pelatihan dan pengembangan profesional agar mampu mengatasi berbagai tantangan yang mungkin terjadi dalam implementasi pendidikan inklusi (Sholihah, 2024). Maka dari penjelasan tersebut, peran pendidik sangat menentukan keberhasilan pendidikan inklusi dalam mewujudkan kesetaraan pendidikan bagi semua peserta didik. 

Pendidikan inklusi memiliki beberapa prinsip, satu di antaranya adalah Prinsip Pemerataan dan Peningkatan Mutu (Rahman et al., 2022). Kunci utama penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah bahwa semua anak tanpa terkecuali dapat belajar. Peserta didik juga diharapkan memiliki akses yang sama terhadap semua fasilitas dan sumber daya pendidikan, termasuk buku teks, teknologi, ruang kelas, dan kegiatan ekstrakurikuler. Sekolah inklusif juga harus menyediakan berbagai bentuk dukungan untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang tertinggal, terlepas dari kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik. Pembelajaran untuk kesetaraan menjadi kunci utama dalam memastikan bahwa anak berkebutuhan khusus mendapat kesempatan yang adil dan setara dalam belajar (Sondari et al., 2018). Kesetaraan dalam pendidikan inklusif bukan hanya tentang memberikan akses fisik, tetapi juga melibatkan penerimaan sosial, dukungan psikologis, dan penyesuaian pembelajaran (Forlin et al., 2012).

Menurut Sapon dan Shevin (2007), memberikan akses yang setara terhadap pendidikan dan memastikan bahwa setiap peserta didik dapat berpartisipasi dalam pembelajaran merupakan aspek utama dari kesetaraan. Selain itu, dukungan dari kebijakan pendidikan yang inklusif menjadi kunci dalam menciptakan sistem pendidikan yang adil dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik (Salend, 2016). Dengan itu, kesetaraan menjadi dasar bagi upaya bersama untuk membangun masyarakat pendidikan inklusif dan berdaya saing. Pendekatan ini bukan hanya tentang memasukkan peserta didik ke dalam sistem pendidikan, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan yang mana setiap peserta didik merasa dihargai, didukung, dan memiliki peluang yang setara untuk berkembang (Nadhiroh, 2024).

Dalam konteks pendidikan inklusif, keadilan atau kesetaraan sosial merujuk pada proses pendidikan yang menjadikan sistem, kebijakan, kurikulum, dan pusat pembelajarannya berfokus pada peserta didik dengan latar belakang, sehingga terwujud pemahaman dan penghormatan saling-menyaling antara satu dengan yang lain (Astuti & Sudrajat, 2020). Hal ini dicapai dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang responsif terhadap gender (Abidin et al., 2022). Dengan itu, sekolah harus sadar akan program yang dicetuskan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan riset dan teknologi yang berkaitan dengan kesetaraan pendidikan.

Dari keseluruhan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif adalah upaya untuk memastikan bahwa setiap peserta didik, tanpa terkecuali, dapat berpartisipasi dalam proses pembelajaran secara setara. Prinsip-prinsip utama pendidikan inklusif, seperti pemerataan dan peningkatan mutu, menekankan pentingnya akses fisik, penerimaan sosial, dukungan psikologis, dan penyesuaian pembelajaran. Peran pendidik sangat penting dalam menciptakan suasana belajar yang inklusif melalui pendekatan yang responsif dan profesional. Dengan adanya dukungan kebijakan yang inklusif, pendidikan inklusif dapat menjadi dasar untuk membangun masyarakat yang adil dan menghargai keberagaman. Kesetaraan dalam pendidikan inklusif bukan hanya tentang memberikan akses tetapi juga menciptakan lingkungan yang mendukung semua peserta didik untuk berkembang secara optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun