Mengapa puisi itu ditulis di awan yang lembut
jika di balik sang mega ada kilatan petir
Mengapa puisi itu dilukis di permadani yang adiwarna
jika di balik keindahannya ada pedang terhunus
Mengapa puisi itu dijejakkan di atas pasir putih
jika pada akhirnya gelombang menghapusnya
Aku tetap mendekat
menikmati keanggunan di setiap baitnya
walaupun usai melafalkan
kilatan petir dan hunusan pedang menakhlikkan luka
Rasa sakit mulai terasa
tapi aku tak peduli
lukaku semakin parah
akupun menyerah
saat gelombang mendekat
aku membiarkannya menghapus bait yang tersisa
Aku menyeret langkah menjauh sambil merapal doa
akan ada puisi lagi yang cukup ditulis di daun kering tapi dengan ketulusan
sehingga aku bisa membacanya hingga selesai tanpa harus terluka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H