Mohon tunggu...
Destiyana Rahmawati
Destiyana Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

suka traveling dan foto alam, kalo suka kamu kejauhan

Selanjutnya

Tutup

Love

Keseimbangan dalam Pernikahan: Memahami Konsep Setara Sebelum Memilih Pasangan

16 Mei 2024   12:29 Diperbarui: 16 Mei 2024   12:41 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A. Pendahuluan

     Belakangan ini sedang ramai di perbincangkan mengenai masalah pasangan yang setara hingga muncul pertanyaan “kenapa harus sama yang setara”. Banyak akun-akun di media sosial dari berbagai platform membahas mengenai pasangan setara. Setara dalam hal ini bukan hanya setara dalam pendidikan dan status sosial, karena yang pendidikan dan status sosialnya sama belum tentu memiliki kecocokan dalam hal lain seperti tujuan hidup, emosi, pemikiran, dan lain-lain. Hubungan yang setara terjalin karena keduanya saling menjaga komunikasi yang terbuka, dan basis saling mendengarkan dan memahami. Sehingga hal tersebut memungkinkan kedua belah pihak untuk berkontribusi secara merata dalam hubungan. Dalam kehidupan berumah tangga, hubungan yang setara merupakan salah satu kunci untuk mencapai keharmonisan dan kebahagiaan bersama.

B. Pembahasan

1. Apa sih setara itu?

     Sebenarnya konsep setara ini memiliki banyak aspek seperti setara tingkat  pendidikannya, status sosial dan ekonominya, usianyanya, nilai hidupnya, dan masih banyak hal lainnya sesuai pandangan dari masing-masing orang. Menurut saya, setara itu sefrekuensi, maksudnya disini sefrekuensi dalam urusan kasih sayang, pandangan, dan tujuan hidup. Setara itu juga tentang effort, love language, energy, value, visi misi hidup, dan tentang mindset. Setara juga berarti ketika bersamanya, kita tidak merasa “too much” dan “too less”, ini berarti jika bersamanya kita akan merasakan perlakuan yang semestinya, tidak lebih dan tidak kurang.

     Seperti jika kita bersama orang yang sama-sama ada effort dalam hubungan, maka tidak akan terasa salah satunya tidak mengusahakan, mereka akan sama-sama memberi upaya/ usaha untuk pasangannya. Dan dengan mengetahui love language pasangan juga, kita bisa saling menyeimbangkan cintanya dalam bentuk act of service, words of affirmation, physical touch, quality time, dan receiving gifts.

     Namun, dalam mencari pasangan setara ini juga tidak boleh luput dari kesetaraan mengenai pendidikan, status sosial, dan kesetaraan ekonominya. Hal tersebut juga penting untuk dipertimbangkan, karena dengan latar belakang pendidikan dan ekonomi dapat mempengaruhi pola pikir dan mindset seseorang dalam menjalankan kehidupan untuk kedepannya. Tapi juga tidak bisa dijadikan syarat mutlak/hal utama dalam memilih calon pasangan. Pada akhirnya, yang terpenting adalah adanya perilaku saling pengertian, komitmen, dan upaya untuk saling melengkapi satu sama lain, bukan semata-mata kesamaan latar belakang. Kecocokan dari hati dan jiwa jauh lebih penting daripada kesamaan status sosial atau ekonomi, karena hal tersebut masih bisa diusahakan.

Ada banyak ciri-ciri dari pasangan setara yang bisa dipertimbangkan untuk memilih calon pasangan, seperti berikut beberapa cirinya:

a. Saling menghargai dan menghormati satu sama lain, tidak ada yang merasa lebih superior atau lebih dominan dalam hubungan

b. Saling mendukung dan memotivasi untuk tumbuh dan berkembang dalam menjalankan visi dan misi hidup bersama

c. Memiliki komunikasi yang terbuka, jujur, dan saling mendengarkan

d. Memiliki pembagian peran dan tanggung jawab yang seimbang dalam rumah tangga dan dalam pengambilan keputusan

e. Memiliki kesepakatan dan kompromi yang adil dalam menyelesaikan konflik.

2. Kenapa harus setara?

     Selanjutnya muncul pertanyaan yang sering kita dengar yaitu “kenapa harus dengan yang setara?” gampang saja, ada banyak jawaban untuk pertanyaan tersebut seperti:

  • Supaya bahagiamu jadi bahagianya juga
  • Supaya marah dan cemburumu tidak disepelekan
  • Supaya tangismu tidak terdengar seperti beban
  • Supaya rasa khawatirmu tidak dianggap posessif
  • Supaya pemikiranmu tidak dianggap berlebihan
  • Supaya pendapatmu yang berbeda tidak dianggap sebuah perdebatan
  • Supaya dimasa sulitmu dia tetap disampingmu
  • Supaya gaya hidupmu tidak memberatkannya
  • Supaya pencapaianmu tidak membuatnya insecure dan rendah diri
  • Dan supaya kekuranganmu bisa dia terima.

     Hal tersebut penting untuk diperhatikan, karena seumur hidup dengan pasangan dihabiskan untuk berkomunikasi. Sebelum menikah ada baiknya juga untuk “menyetarakan diri” dengan hal-hal yang bisa dikejar seperti pendidikan, pencapaian, pendapatan dan lain-lain. Lalu bersamailah dia yang membuatmu bebas menjadi diri sendiri, bahkan semakin mengenali potensi-potensi terbaik dalam dirimu. Kalau kata baskara langit “Carilah yang cintanya setara, biar manjanya dibalas manja, bukan disuruh dewasa”.

     Maka bagaimana jika salah memilih pasangan yang ternyata tidak setara? Jika melihat dari beberapa kasus yang ada, banyak permasalah yang timbul akibat tidak adanya kesetaraan dengan pasangan seperti perbedaan latar belakang yang sangat berjarak, hal ini dapat memicu perbedaan perspektif dan kesulitan dalam memahami satu sama lain. Pasangan yang tidak setara seringkali menghadapi masalah komunikasi dan pengambilan keputusan bersama serta peran yang tidak seimbang, yang akan menimbulkan rasa ketidakadilan, kecemburuan dan konflik dalam hubungan. Perbedaan yang terlalu mencolok antara pasangan juga dapat menimbulkan pandangan negatif dari lingkungan sekitar. Untuk mengatasi permasalahan ini, dibutuhkan kesadaran, komunikasi terbuka, saling memahami dan kompromi dari kedua belah pihak.

3. Peran dan Kontribusi dalam Pernikahan

     Peran dan kontribusi masing-masing pasangan dalam pernikahan sangat penting untuk menciptakan hubungan yang sehat dan harmonis. Untuk itu sebelum menjalin hubungan rumah tangga perlunya setiap pasangan mengenal apa saja peran dan kontribusi yang dapat diberikan.

a. Peran suami dalam pernikahan

     Suami menjadi pemimpin dan pelindung keluarga, bertanggung jawab untuk memimpin, melindungi, dan memastikan kesejahteraan keluarga. Suami adalah pencari nafkah utama yang memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan finansial keluarga melalui pekerjaan atau usaha yang dilakukan. Selain itu juga suami berkontribusi untuk ikut menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan penuh kasih saying bagi istri dan anaknya. Jadi dalam berumah tangga suami juga harus terlibat aktif dalam pengasuhan anak. Karena seorang suami dan seorang ayah adalah teladan yang baik bagi istri dan anak-anaknya dalam hal akhlak, sikap, dan perilaku.

b. Peran istri dalam pernikahan

     Sebagai seorang istri peran utama dalam rumah tangga adalah pendamping hidup yang memberikan dukungan emosional, motivasi, dan menjadi tempat berbagi suka dan duka. Istri juga berperan sebagai pengelola rumah tangga yaitu yang bertanggung jawab atas pengaturan dan pengelolaan urusan rumah tangga. Selain itu istri adalah madrasah pertama bagi anaknya, yang berperan penting dalam mendidik dan mengasuh anak, menanamkan nilai-nilai moral, agama, dan membentuk karakter anak.

4. Konsep Setara Menurut Islam

     Dalam islam mengenal konsep setara dengan istilah sekufu, sekufu atau sepadan ialah ketika seorang suami dan istri sepadan dalam agamanya, kedudukannya, pendidikannya, kekayaannya, status sosialnya dan sebagainya. Dalam agama Islam sangat memperhatikan pernikahan yang mulia ini dalam syari’at Islam tentang hubungan cinta antara dua orang insan dalam pernikahan. Bahkan, kita dianjurkan untuk serius dalam permasalahan pernikahan dan dilarang menjadikan pernikahan sebagai bahan candaan atau main-main. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة

Artinya: “Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius: nikah, cerai dan rujuk.” (Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i. Dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah)

     Dikutip dari gramedia.com menjelaskan bahwa Sebagian ulama secara mutlak tidak menjadikan sekufu sebagai syarat sah untuk menikah. Sebagian ulama dari golongan mazhab Hanafi, seperti Imam at-Tsauri, Hasan al-Bashri, al-Karkhi justru tidak menjadikan sekufu sebagai syarat dalam pernikahan. Karena sesungguhnya manusia itu sederajat dan keunggulan manusia diukur dari ketakwaan.

     Syekh Wahbah Zuhaili dalam al-Musu’ah al-Islamiyah wa al-Qadhaya al-Mu’ashiroh merangkum penjelasan para ulama yaitu ada beberapa penjelasan mengenai kriteria sekufu:

a. Pertama, dari standar agama adalah pentingnya seseorang menjadikan agama sebagai tolok ukur utama untuk menikahi seseorang. Agama yang dijadikan standar oleh para ulama maksudnya adalah kecapakan dan sikap yang istiqomah dalam menjalani syariat Islam. Tidak berbuat fasik dan dosa besar. Kita perlu memperhatikan apakah calon pasangan kita adalah orang yang bisa menyeimbangi kita dalam hal agama atau bahkan sama-sama belajar istiqomah dalam kebaikan.

b. Kedua, Kemudian tentang standar keislaman ialah, seorang muslim wajib menikahi seseorang yang juga muslim.

c. Ketiga adalah seseorang yang telah merdeka. Menurut mayoritas ulama, orang merdeka tidaklah diperkenankan dengan budak. Karena status atau derajat sosial keduanya tidak sama.

d. Keempat, standar sekufu selanjutnya adalah nasab. Maksud dari nasab di sini ialah garis keturunan seseorang dari jalur ayahnya. Adapun hasab adalah kualitas garis keturunannya apakah berasal dari orang-orang yang memiliki karakter terpuji atau tidak. Akan tetapi, nasab tidak ditentukan oleh hasab, sedangkan hasab ditentukan oleh nasab. Artinya, karakter yang baik ditentukan dari siapa ia berasal.

e. Standar lain yang perlu dipertimbangkan adalah harta. Maksudnya adalah kemampuan nafkah seumur hidup dan mahar dari pihak laki-laki kepada perempuan, bukan kekayaannya. Sebab harta kekayannya bisa dicari atau bahkan hilang. Sedangkan kemampuan mencari nafkah adalah ukuran seseorang bertanggung jawab dalam pernikahan.

f. Lalu ada juga standar pekerjaan atau profesi. Seseorang perlu memperhatikan pekerjaan calon pasangannya untuk memenuhi derajat sekufu. Apakah pekerjaan tersebut dekat atau pantas dan diterima di kalangan keluarga. Karena pekerjaan seseorang juga menentukan derajat seseorang di standar sosial.

g. Adapun standar terakhir adalah sehat jasmani. Artinya seseorang harus memperhatikan apakah calon pasangannya sehat secara fisik dan akalnya. Sebagian ulama ada yang  tidak menjadikan ini sebagai bahan pertimbangan, artinya seseorang boleh memilih atau tidak untuk menerima keadaan fisik calon pasangannya.

     Hal yang perlu kita ingat dari sekufu adalah perasaan pantas dan kesesuaian dengan pasangan. Meski tidak menjadi syarat sah, alangkah baiknya kriteria tersebut perlu diperhatikan agar dua manusia yang menjalin pernikahan terus seimbang dalam rumah tangga. Keseimbangan itu sifatnya tentu sangat personal, berbeda setiap orangnya. Dan hal yang paling penting adalah, upaya untuk terus memperbaiki diri sebelum menemukan pasangan yang baik. Sebab seseorang akan pantas dengan orang yang sama dengan dirinya.

     Pada umumnya masyarakat memperhatikan kriteria untuk memilih jodoh untuk dijadikan pasangan hidup, seperti kriteria harta, kedudukannya, kecantikan atau ketampanannya, dan agamanya. Juga tidak kalah penting tentang faktor kesuburan juga patut dipertimbangkan pada kriteria memilih pasangan dalam Islam. Pada dasarnya, bagi umat muslim, menikah adalah upaya menambah dan mempertahankan eksistensi atau umatnya. Bahkan Nabi Muhammad SAW yang dimuliakan akan berbangga apabila jumlah umat muslim sangat banyak. Setiap muslim mendambakan suami istri yang selamat di dunia maupun di akhirat. Berikut ini kriteria dalam memilih pasangan dalam pandangan Islam:

a. Wajah

     Wajah merupakan salah satu  kriteria yang penting. Melihat wajah yang tampan atau cantik membuat kita menjadi senang melihatnya, bahkan bisa jatuh cinta. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri. Kriteria ini jangan sampai dijadikan prioritas. Sebab, cantik atau tampan itu sifatnya subjektif.

b. Harta

     Harta bukan segalanya, tetapi mencari jodoh juga diperlukan melihat hartanya. Salah satu acuan untuk mencari jodoh maka kita melihat mapan tidaknya orang tersebut. Tetapi hal ini bukan merupakan prioritas karena harta dan kekayaan mempunyai batas, tidak abadi dan kekal

c. Keturunan

     Dalam memilih jodoh kriteria salah satunya adalah keturunan. Maksudnya calon istri atau suami itu dari keturunan siapa. Namun hal tersebut tidak menjadikan acuan.

“Ada orang bapaknya nabi, anaknya jadi penghianat. Siapa dia? Nabi Nuh AS. Ada juga yang bapaknya penghianat, anaknya nabi. Siapa dia? Nabi Ibrahim AS. Perlu mencari keturunan baik-baik, tapi tidak boleh kau jadikan pegangan utama.” kata Ustaz Das’ad Latif terkait kriteria keturunan dalam memilih jodoh.

d. Agama

     Kriteria dalam mencari jodoh yang terakhir adalah tentang agamanya. Yang terakhir tetapi yang terpenting, karena Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Hujurat ayat 13 yaitu :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Artinya: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13)

     Mengutamakan agamanya dalam memilih jodoh karena dengan memilih agama kita akan mendapat semuanya. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pun menganjurkan memilih istri yang baik agamanya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yaitu sebagai berikut:

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأرْبَعٍ: لِمالِها ولِحَسَبِها وجَمالِها ولِدِينِها، فاظْفَرْ بذاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَداكَ

Artinya: “Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari no.5090, Muslim no.1466).

Dari Abu Hatim Al Muzani radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yaitu :

إذا جاءَكم مَن ترضَونَ دينَه وخُلقَه فأنكِحوهُ ، إلَّا تفعلوا تَكن فتنةٌ في الأرضِ وفسادٌ

Artinya: “Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi.” (HR. Tirmidzi no.1085. Al Albani berkata dalam Shahih At Tirmidzi bahwa hadits ini hasan lighairihi).

     Maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi perhatian dalam memilih pasangan idaman, bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya padahal dia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang oleh-Nya Dan disinilah diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.Salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah adalah memiliki pemahaman agama yang baik.

C. Kesimpulan

     Ketika makna cinta itu adalah kesetaraan, artinya seorang suami mengerti porsinya, seorang istri juga mengerti porsinya seabagi pendamping, maka ketika kita sama sama punya satu visi dan misi yaitu mengejar ridho Allah pada akhirnya keluarga itu akan terbentuk dengan indah, dengan porsinya masing-masing. Karena ketika seorang suami dan seorang istri sama-sama memahami maka kata paham dan kata setara itu menjadi jawaban dan solusi atas segala masalah, karena pernikahan itu bukan sekedar cinta, namun pernikahan adalah tentang perjuangan dan mencari tujuan serta makna hidup sesungguhnya.


Rujukan:

https://www.gramedia.com/literasi/arti-sekufu/

https://bincangmuslimah.com/kajian/bagaimana-seharusnya-menentukan-kriteria-sekufu-dalam-pernikahan-36153/

https://www.instagram.com/reel/C6P5QOSy7Yk/?igsh=aG5ldXA1YndnYTNq

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun