Mohon tunggu...
Destini Puji Lestari
Destini Puji Lestari Mohon Tunggu... lainnya -

19.Suka sekali dengan Mayonese. Kuliah di kota Lunpia. Mumpung masih muda, gunakan energi dan pikiran untuk hal-hal positif

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bagaimana Nasib RUU Keperawatan?

8 Oktober 2012   09:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:05 1483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1349688796584793101

Tanggal 17 Oktober merupakan tanggal paling penting dan bersejarah bagi profesi perawat. Mengapa? Karena di tanggal inilah hidup mati perawat akan ditentukan. Pada tanggal 17 Oktober komisi IX DPR akan mengumumkan disahkan atau tidaknya RUU Keperawatan (Rancangan Undang-Undang Keperawatan). RUU keperawatan ini diharapkan bisa menjadi payung hukum yang legal bagi profesi yang amat mulia ini.

Selama ini perawat Indonesia bekerja tanpa standar hukum yang jelas. Perawat memang memiliki kode etik dan UU kesehatan sebagai landasan pekerjaan perawat. Namun kedua landasan tersebut dirasa belum cukup efektif untuk melindungi perawat. Pekerjaan perawat serba dilemmatis. Menurut UU kesehatan yang boleh melakukan tindakan medis adalah dokter, sedangkan perawat hanya memberikan asuhan keperawatan. Sedangkan jika melihat kenyataan yang ada di masyarakat Indonesia, sebagian besar perawat yang mengabdikan dirinya di pelosok negeri harus melakukan tindakan medis karena minimnya keberadaan dokter.

Dari hal itulah banyak kasus yang memberatkan perawat, bahkan sampai ada yang dipenjara. Contohnya pada kasus perawat Misran, mantri yang bekerja di pedalaman Kalimantan Timur. Beliau dijerat hukum karena diketahui melakukan tindakan medis untuk pasiennya. Beliau memberikan obat keras untuk para pasien karena tidak adanya dokter yang bertugas di puskesmas dimana beliau mengabdikan diri. Perawat Misran tentu saja mengalami dilemma karena menurut UU no. 36/2009 tentang Kesehatan tertuang dalam Pasal 190 ayat (1) disebutkan, "Jika tenaga kesehatan tidak memberikan bantuan pada orang yang sakit, maka dapat dipidana." Sedangkan di UU kesehatan No.36/2009 juga menyebutkan hanya dokter lah yang berhak melakukan tindakan medis, seperti pemberian obat. Dengan kata lain, pekerjaan perawat itu seperti makan buah simalakama, oleh pasien kita disanjung karena berhasil memberikan pertolongan, namun disisi hukum perawat dinyatakan bersalah karena melanggar UU kesehatan.

Melihat kasus tersebut, RUU keperawatan merupakan harga mati untuk mengayomi perawat. Perawat membutuhkan landasan hukum yang jelas yang bisa melindungi perawat. UU keperawatan diharapkan bisa mengatur sistem lisensi, registrasi dan praktik kerja perawat. Sejak 1994, organisasi nasional perawat Indonesia atau PPNI (persatuan perawat nasional Indonesia) memperjuangkan disahkannya RUU keperawatan. Namun, hingga tahun 2012 ini RUU keperawatan belum juga terealisasi. Menurut ibu Dewi Irawaty, MA, PhD sebagai ketua PPNI pusat, setelah tahun 2012 komisi IX yang focus terhadap RUU keperawatan akan melakukan reses atau kembali ke daerah masing-masing. Maukah perawat Indonesia menunggu 14 atau 20 tahun lagi demi terwujudnya RUU keperawatan? Haruskah perawat dan mahasiswa melakukan aksi untuk membujuk para petinggi agar mensahkan RUU keperawatan? Perawat bisa melakukan aksi dengan mogok kerja. Namun apa dampak yang terjadi pada masyarakat? Siapa yang bertanggung jawab terhadap pasien? Bahkan kita pun bisa terkena jeratan hukum jika melakukan ini. Serba dilemmatis.

Lantas, bagaimana kita akan mewujudkan cita-cita Indonesia sehat 2015 jika masih ada kendala-kendala yang dihadapi oleh tenaga kesehatan? Profesi perawat dan dokter adalah dua profesi yang sama-sama penting. Dokter dan perawat adalah mitra kerja untuk melakukan pertolongan pada pasien. Sector kesehatan di Indonesia harus ditingkatkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat dan sejahtera. Oleh karena itu mari dukung disahkannya RUU Keperawatan. RUU Keperawatan, Harga Mati!

#sahkanRUUkeperawatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun