Namaku Reni, umurku baru akan menginjak dewasa tetapi tanggung jawabku sudah seperti orang dewasa. Aku terlahir dari keluarga istimewa dan aku mempunyai seorang adik yang umurnya 7 tahun lebih muda dariku. Pada saat aku menginjak kelas 4 SD, aku pindah ke Bandung kerumah nenek. Karena saat itu, aku ingin sekali sekolah disana.Â
Sampailah aku dirumah nenek di Rajamandala. Banyak sekali yang berbeda disini, sudah lama aku tak melihat suasana ini kecuali setiap tahun selepas Hari Raya. Dirumah, aku tinggal bertiga bersama nenek dan adikku. Sedang ayah dan ibuku bekerja. Ayahku tetap kerja di Karawang sedang ibuku di Bandung. Awalnya aku tak bisa hidup seperti itu, aku selalu menangis ketika di tinggal keduanya bekerja. Ketika aku mulai dewasa, aku sudah mulai menyadari dan sudah mulai kuat dengan kehidupan yang aku alami.
Tahun demi tahun berganti, sampai aku mulai beranjak semakin dewasa dan kini aku duduk di bangku kelas 2 SMA. Kala itu, nenekku sering sakit walaupun hanya sakit maag, namun ia tak pernah merasakannya, ia selalu mengabaikannya. Semakin hari, semakin cepat perubahan fisik nenekku, yang asalnya ia gemuk sekarang hanya tersisa kulit dan tulang yang keriput akibat racun dari penyakit maag yang semakin kronis. Nenekku sering berobat rutin namun tak di rawat, ia tidak mau meninggalkan cucu-cucunya dirumah yaitu aku juga adikku.
Ketika libur Idul Adha, aku berlibur kerumah ibuku di Bandung karena ibuku merasa kesepian saat itu, namun adikku tetap dirumah bersama nenekku.
    "Aku akan pergi ke Bandung ke rumah mamah dan sepertinya sampai hari raya Idul Adha" aku meminta izin.
   "Oh iya silahkan, hati-hati di jalan" nenekku mengizinkan.
Akupun pergi meninggalkan rumah.
Setelah 2 hari aku di Bandung, seperti biasanya ketika matahari terbit di ufuk timur, aku bersiap-siap untuk pergi ke pasar membantu ibuku jualan. Tiba -tiba, handphone ku berbunyi.
   "Cepat angkat, siapa tahu penting." kata Ibuku.
   "Halo, ada apa ya teh?" dengan rasa penasaran.
   "Cepatlah pulang! Sakit nenekmu kambuh."
   "Ba-baiklah... besok pagi aku pulang." dengan nada terbata-bata.
Telepon pun di tutup.
   "Ada apa, nak?" ibuku bertanya.
   "Besok aku harus pulang, nenek sakit lagi."
   "Ya sudah, sekarang kamu pulang kerumah. Siapkan barang-barang mu untuk pulang."
   "Baik, bu." jawabku lirih.
Keesokan harinya akupun pulang. Di perjalanan aku selalu memikirkanNya, aku takut terjadi apa-apa. Sampailah dirumah dan menginjakan kakiku ke lantai yang amat dingin lalu melihat nenekku yang tertidur pulas dengan keadaan lemah. Aku sempat menyesali kala itu aku harus ke Bandung dan melewatkan sholat Idul Adha bersamanya.
Melihat keadaannya, saat ini nenekku masih mampu untuk berjalan, namun tak kuat melakukan apapun. Akhirnya segala urusan rumah aku yang mengerjakan.
   "Hari ini berbeda dengan hari-hari biasanya." gumam hatiku.
Di ruang tamu semua orang sibuk memikirkan apa yang harus dilakukan saat ini. Ayah, ibu dan keluarga memutuskan untuk membawa nenekku kerumah sakit.
Nenekku dirawat di rumah sakit Cibabat. Sedang aku dan adikku tinggal dirumah berdua. Keadaan rumah sepi tiada tawa dan cerita yang mengiringi malamku saat itu. Namun aku harus kuat demi sang adik.