Mohon tunggu...
Siska Destiana
Siska Destiana Mohon Tunggu... lainnya -

Ibu, yang mendamba pendidikan berkualitas untuk seluruh anak dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Pisahkan Rumah dengan Sekolah

7 Januari 2014   15:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingatkah pada satu tragedi memilukan di dunia pendidikan kita? Ya, dua tahun silam, pada bulan September terjadi tawuran yang memakan korban antara SMA 6 dan SMA 70 Jakarta. Mari sejenak kilas balik kejadian naas itu, untuk kita ambil pelajaran berharga.

Korban tawuran itu bernama Alawy, siswa SMA 6, dan tersangka pembunuhnya berinisial FR alias Doyok siswa SMA 70, yang sebelumnya menjadi buronan polisi hingga akhirnya tertangkap di Jogjakarta. Melalui wawancara eksklusif di salah satu stasiun televisi swasta, FR mengakui kesalahannya dan menyatakan penyesalan terdalamnya, serta meminta maaf kepada keluarga korban. Tapi sayang, permintaan maaf itu tidak bisa mengembalikan nyawa korban.

Selanjutnya televisi swasta tersebut menyuguhkan talkshow tentang profil FR. Narasumber yang dihadirkan adalah Kak Seto, yang dikenal publik sebagai pemerhati anak. Kak Seto telah terlebih dahulu bertemu FR dan sempat berbincang mendalam dengannya. Kak Seto mengatakan bahwa ini bukan pertama kalinya FR berurusan dengan kepolisian. Sebelumnya FR pernah tertangkap juga karena kasus kenakalan remaja.

Kak Seto juga mengungkapkan bahwa sebenarnya FR adalah anak pintar. Ia sering menduduki peringkat atas di sekolahnya untuk bidang akademis. Hanya sayang, ia salah pergaulan, lingkungan yang membawa pengaruh besar pada FR hingga ia berlaku berandalan. Sayangnya, buah laku tersebut tidak hanya merugikan dirinya, tapi juga mencoreng keluarganya, mempermalukan sekolahnya, terlebih sampai menghilangkan nyawa 'musuh'nya.

Tawuran memang kadung 'membudaya' pada pelajar Indonesia, dan telah banyak makan korban. Ironisnya, seringkali malah pelajar ibukota yang menggelar perang. Padahal, lokasi mereka tidak jauh dari Istana Negara, lebih spesifik lagi tidak jauh dari kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada kedua tempat tersebutlah, kebijakan pendidikan digagas dan diinstruksikan untuk dilaksanakan oleh setiap sekolah, satuan terkecil dari birokrasi pendidikan negeri ini.

Bicara kebijakan pendidikan, pemerintah sebenarnya sudah membangun aturan yang sangat baik. Tujuan pendidikan Indonesia menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini diperkuat juga dalam Misi Pembangunan Nasional, dimana pendidikan karakter menjadi misi pertama dari delapan poin misi.

Kedelapan misi pembangunan tersebut dirumuskan untuk mewujudkan Visi Pembangunan Nasional. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007, Visi Pembangunan Nasional tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, yaitu terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan prilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks.

Turunan dari aturan tersebut di atas adalah dicanangkannya Kurikulum Berbasis Akhlak Mulia pada 2011. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M. Nuh, pada sebuah forum pernah menyatakan bahwa pengembangan kurikulum berbasis akhlak mulia dilakukan dengan menanamkan moralitas dan akhlak mulia dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan di kelas. Karenanya setiap guru mata pelajaran, wajib memasukkan pembelajaran tentang karakter, dan ini harus tersurat dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh setiap guru sebelum mengajar.

Aturan yang telah paripurna sebenarnya, namun sayang belum teraplikasi secara paripurna juga pada setiap siswa. Tawuran yang sampai menewaskan pada kasus di atas, menjadi bukti pendidikan karakter di negeri ini belum berjalan dengan optimal.

Memadukan Rumah Dengan Sekolah

FR, siswa SMA 70, yang saat itu menjadi tersangka terbunuhnya Alawy, siswa SMA 6, sebenarnya adalah seorang anak dengan potensi kecerdasan yang baik, namun tidak memiliki lingkungan yang baik untuk merawat kecerdasan sosialnya. Dan, bicara tentang lingkungan, rumah adalah wilayah terkecil tempat anak berinteraksi, juga tempat terkecil dimana anak belajar pertama kali. Rumah juga yang menjadi benteng bagi setiap anak dari pengaruh buruk lingkungannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun