JKN Setelah Hampir 5 Tahun Pelaksanaannya
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menjadi program BPJS Kesehatan telah dilaksanakan lebih dari 4 tahun terhitung sejak 1 Januari 2014. Hadirnya program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) telah membuka akses lebih besar kepada masyarakat untuk mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan yang lebih baik.Â
Selama hampir 5 tahun pelaksanaannya, JKN telah banyak memberikan manfaat kepada masyarakat dalam memperoleh berbagai fasilitas kesehatan. Tak sedikit masyarakat yang bersyukur atas hadirnya JKN. JKN telah menyelamatkan banyak nyawa generasi bangsa. Namun tak jarang pula masyarakat yang kecewa akan pelayanan yang diperoleh dengan JKN.
Pada tahun 2018 ini muncul peraturan baru yang diterapkan BPJS Kesehatan yang menambah deretan kekecewaan peserta atas pelayanannya, khususnya terkait penjaminan katarak, rehabilitasi medik dan persalinan dengan bayi sehat. Peraturan baru ini mulai diberlakukan pada tanggal 25 Juli 2018.
BPJS Kesehatan sebelumnya menjamin operasi semua pasien katarak. Saat ini operasi hanya dibatasi pada pasien yang memiliki visus (lapang pandang penglihatan) di bawah 6/18. Jika belum mencapai angka tersebut, pasien tidak akan mendapatkan jaminan operasi dari BPJS Kesehatan. Pada jaminan rehabilitasi medik termasuk fisioterapi, yang sebelumnya berapa kali pun pasien terapi akan dijamin BPJS Kesehatan, ke depan yang dijamin hanya dua kali dalam seminggu.
Sementara pada kasus bayi baru lahir, bayi yang lahir sehat jaminan perawatannya disertakan dengan ibunya. Sedangkan bayi yang butuh penanganan khusus akan dijamin jika sebelum lahir didaftarkan terlebih dahulu. Tujuan BPJS Kesehatan membuat peraturan ini digadang-gadang agar pelayanan yang diberikan kepada peserta lebih efektif dan efisien serta mengoptimalkan mutu pelayanan jaminan kesehatan.
 Yang harus dipahami masyarakat bahwa peraturan baru tersebut bukan berarti menghapuskan penjaminan pelayanan, misalnya menghapuskan penjaminan pelayanan katarak atau menghapuskan penjaminan pelayanan rehabilitasi medik. Penjaminan pelayanannya tetap diberikan, hanya saja ditambahkan kriteria tertentu. Diawal pengimplementasiannya tak jarang pasien yang kecewa dan dibingungkan atas peraturan baru ini karena kurangnya informasi.
Pendapat lainnya datang dari Ketua Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ilham Oetama Marsis, dikutip dari Kompas.com Marsis mengatakan penerapan tiga aturan baru dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan (Perdijampel) Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan akan mengurangi mutu layanan kesehatan, bahkan mengorbankan keselamatan pasien.Â
Marsis menyampaikan, semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal karena bayi baru lahir berisiko tinggi mengalami sakit, cacat, bahkan kematian. Marsis menilai aturan baru BPJS Kesehatan terkait perawatan bayi bertentangan dengan semangat IDI untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi. Terkait kasus katarak, Marsis mengatakan, kebutaan akibat katarak di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Aturan baru BPJS Kesehatan malah akan mengakibatkan angka kebutaan semakin meningkat. Pembatasan pelayanan rehabilitasi medik yang dibatasi maksimal dua kali sepekan juga akan merugikan pasien.
Dibalik banyaknya rasa kecewa masyarakat terhadap JKN tentu adapula manfaat besar yang diterima masyarakat. Terutama masyarakat yang berada didaerah pedalaman yang mengalami kesulitan ekonomi, kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan. Mereka memperoleh perlindungan jaminan kesehatan yang dibayarkan pemerintah atau dikenal dengan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari Pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Mereka dapat dengan mudah mengakses layanan kesehatan di puskesmas terdekat tanpa rasa khawatir dan takut akan biaya tagihan yang tinggi bahkan sekalipun penyakitnya berat dan harus di rujuk ke rumah sakit yang jauh dari tempat tinggalnya. JKN-KIS menolong masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan tanpa dipungut biaya tambahan.
Sayangnya, masalah yang terjadi dimasyarakat saat ini adalah PBI belum benar-benar diberikan kepada peserta yang berhak dan sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan pemerintah. Banyak peserta penerima PBI yang justru merupakan masyarakat yang tergolong mampu dalam segi ekonomi. PBI yang salah sasaran bukanlah isu baru, rumor yang mecuat bahwa kesalahan ini terjadi karena data warga yang belum akurat. Untuk itu pemerintah melaksanakan pemutakhiran data secara rutin yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dikutip dari situs bpjs-kesehatan.go.id, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan "Pemutakhiran data ini merupakan wujud keseriusan pemerintah untuk memastikan penduduk yang terdata sebagai peserta PBI JK adalah yang benar-benar berhak. Untuk itu kami siap mendukung proses verifikasi-validasi (verivali) yang dilakukan Kemensos. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, ada beberapa hal yang diverifikasi dan divalidasi Kemensos setiap waktu. Misalnya, penghapusan peserta PBI yang sudah mampu, sudah menjadi Pekerja Penerima Upah (PPU), meninggal dunia, atau memiliki NIK ganda. BPJS Kesehatan melaporkan setiap bulan ke Kemenkes dengan tembusan Kemensos. Selanjutnya jika sudah dikoordinasikan lintas kementerian, BPJS Kesehatan akan menerima perubahan PBI JK tersebut untuk diperbarui" terangnya.