Prabowo Subianto, yang mencakup 48 kementerian, menciptakan kekhawatiran dan harapan di kalangan publik. Dengan tambahan 14 kementerian baru, struktur kabinet ini dianggap sebagai langkah menuju pemerintahan yang lebih responsif terhadap kebutuhan rakyat.Â
Pelantikan Kabinet Merah Putih oleh PresidenNamun, keputusan untuk membentuk kabinet yang "gemuk" ini juga mengindikasikan adanya tujuan politik yang lebih besar, yang berpotensi menimbulkan dampak signifikan dalam konteks politik dan ekonomi.
Salah satu dampak politik yang paling jelas adalah penguatan politik patronase. Pembentukan kabinet yang luas cenderung mencerminkan kepentingan politik tertentu, di mana penunjukan pejabat dan pembentukan kementerian baru dapat dilihat sebagai imbalan bagi para pendukung Prabowo. Hal ini menciptakan risiko bahwa kebijakan yang dihasilkan lebih mengutamakan kepentingan individu atau kelompok ketimbang kebutuhan publik yang lebih luas.Â
Selain itu, dengan banyaknya kementerian yang terbentuk, kebijakan yang dihasilkan berpotensi menjadi lebih fragmentaris, menghambat pengambilan keputusan yang cepat dan efektif. Fragmentasi ini dapat menghalangi pencapaian konsensus di antara kementerian, memperlambat proses pengambilan keputusan, dan menciptakan tantangan dalam menyusun kebijakan yang koheren dan terintegrasi.
Dari sisi administrasi, kompleksitas birokrasi meningkat, dan risiko tumpang tindih kewenangan menjadi lebih nyata. Dengan bertambahnya kementerian, kemungkinan terjadinya tumpang tindih kewenangan juga meningkat.Â
Kementerian yang baru dibentuk mungkin memiliki mandat yang mirip atau bahkan sama dengan kementerian yang sudah ada, yang dapat menciptakan kebingungan mengenai tanggung jawab masing-masing. Ketidakjelasan ini dapat menyebabkan konflik antar kementerian, mempersulit kolaborasi yang diperlukan untuk menyelesaikan isu-isu yang kompleks.Â
Proses pengambilan keputusan yang melibatkan banyak pihak dapat memperlambat respons pemerintah terhadap isu-isu mendesak. Misalnya, isu yang memerlukan koordinasi antara beberapa kementerian akan memakan waktu lebih lama untuk diselesaikan, yang dapat merugikan masyarakat yang membutuhkan solusi cepat.
Secara ekonomi, pembentukan kabinet yang lebih besar berdampak langsung pada alokasi anggaran negara. Setiap kementerian baru memerlukan dana, infrastruktur, dan sumber daya untuk beroperasi. Jika tidak dikelola dengan baik, ini dapat mengakibatkan pembengkakan anggaran yang membebani keuangan negara.Â
Anggaran yang terpaksa dialokasikan untuk menjalankan kementerian baru ini bisa mengurangi dana untuk program-program lain yang lebih mendesak, seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur. Hal ini bisa berakibat pada kualitas layanan publik yang diberikan kepada masyarakat.Â
Meskipun ada harapan bahwa spesialisasi yang lebih tinggi dalam pengelolaan sektor-sektor tertentu dapat meningkatkan efisiensi, hal ini sangat bergantung pada kemampuan kementerian dalam mengelola dan mengoordinasikan kementerian tersebut. Jika setiap kementerian tidak dapat bekerja sama dan berbagi informasi secara efektif, spesialisasi ini tidak akan memberikan manfaat yang diharapkan.
Di sisi sosial, dampak dari kabinet yang dianggap "gemuk" ini dapat memicu ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Jika hasil dari pemerintahan tidak mencerminkan peningkatan pelayanan publik atau penyelesaian masalah yang nyata, maka persepsi negatif terhadap pemerintah akan meningkat.Â