Bayu teman saya semasa SMA cukup pintar di mata pelajaran akuntansi, dia pun sepertinya punya passion di akuntansi. Sayangnya saat penjurusan, orang tuanya yang seorang dokter meminta dengan sedikit memaksa bahwa Bayu harus mengambil jurusan IPA supaya kuliahnya bisa ambil jurusan kedokteran. Dengan setengah hati Bayu menuruti keinginan orang tuanya, nilai-nilai pelajaran IPA nya seperti biologi, matematika, fisika dan kimianya tidak buruk, tetapi juga ga semaksimal nilai akuntansinya semasa kelas 1 SMA.
Lulus SMA, seperti rencana orangtuanya Bayu mengambil jalur ekstensi kedokteran di salah satu Universitas Negeri di Jatim. Karena jurusan ini merupakan jurusan pilihan ortunya dan bukan dari hati Bayu sendiri, maka gimanapun hasilnya ga maksimal. Di tahun kedua perkuliahan, menyadari bahwa passion dan keinginannya bukan jadi dokter akhirnya Bayu mengambil UJian SNMPTN kesempatan terakhir untuk masuk jurusan akuntansi di Universitas yang sama. Beruntung, Bayu bisa mencapai passing grade di akuntansi yang cukup tinggi, dan akhirnya Bayu lolos. Di akuntansi, Bayu berhasil menyelesaikan kuliahnya dalam 7 semester, tahun 2011 dia lulus , melamar kerja di beberapa perusahaan, akhirnya sekarang dia bekerja di salah satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia di daerah sunter sebagai auditor.
Apa yang dialami Bayu merupakan proses pembelajaran yang berakhir baik, karena dia segera menyadari bahwa passion dan keinginannya bukan menjadi dokter. Lain Bayu, lain pula Olivia sepupu saya. Pada saat memilih jurusan kuliah dia bingung karena belum tau apa yang dia mau. Dalam kebingungannya semestinya dia konsultasi dengan sahabat, orang tua atau cari-cari info sebanyak-banyaknya tentang jurusan untuk tau mana yang sesuai dengan dia. Tapi dia malah ikut-ikutan jurusan yang dipilih Riska teman sebangkunya di SMA, yaitu teknik arsitektur. Riska memang punya passion di arsitektur, ketelitiannya tinggi, bisa menggambar, punya imajinasi bagus dan modal-modal lain seorang arsitek. Sedangkan Olivia bukan tipe orang seperti Riska. Setelah diterima di arsitektur awalnya dia bangga dan senang. Namun, dalam perjalanan waktu stress nya luar biasa. Nilainya yang jelek membuatnya semakin down dan pesimis. Di tahun pertama dia sudah tidak kuat dan mengambil SPMB lagi. Karena SPMB nya gagal, mau tidak mau dia lewat jalur ekstensi yang lebih mahal, dan mengambil jurusan hukum. Sebenarnya hukum juga bukan passionnya, dia memilih jurusan hukum hanya sebagai pelarian, tapi untungnya dia masih mampu mengikuti dan sekarang sedang dalam tahap menjalani skripsi di tahun ke 4 nya sebagai mahasiswi hukum.
Yang paling dramatis adalah Romy. Dia memilih jurusan Fisika karena mengikuti pacarnya , Ulfa. Padahal Romy sama sekali ga oke di pelajaran Fisika, apalagi jika berhubungan dengan fluida, kesetimbangan, dan berbagai rumus turunan fisika yang tentu saja rumit ga jauh-jauh dari integral, diferensial dan logaritma. Sialnya si Romy lolos di SPMB ke fisika. Kenapa saya sebut sial, karena ini membuat Romy menjadi kalang kabut seperti sekarang.
Di masa-masa awal kuliah Romy putus dengan Ulfa. Jadi makin parah, sudah kuliah di bidang yang ga dia minati, sejurusan pula dengan mantan pacar. Kuliahnya makin kacau, ga ada semangat dan ga jelas. Karena nilainya jatuh semua, Romy mau ga mau harus mengulang mata kuliah tersebut, bahkan ada yang dia ulangi sampai 3 kali. Ya kalau mata kuliah tersebut di tawarkan di semester pendek, kalau tidak terpaksa dia harus menunggu mengulang di tahun depannya. Sampai sekarang Romi belum lulus, padahal ini tahun ke 7 alias terakhir dia kuliah, dosen pembimbingnya sudah mengejar dia mati-matian agar skripsinya segera selesai. Karena mau tidak mau , keterlambatan kelulusan mahasiswa berdampak ke nama baik dosen, jurusan bahkan fakultas. Bahkan kami beberapa temannya sudah menyelesaikan magister, dan dia skripsi saja masih menyusun. Untungnya dia masih punya kemauan menyelesaikan kuliah meski dengan setengah hati.
Cerita seperti Bayu, Olivia dan Romy banyak yang mengalami. Mengambil jurusan kuliah yang bukan di minati karena kemauan orang tua, saudara, ikut-ikutan pacar, teman atau asal pilih dengan informasi yang minim.
Memilih jurusan kuliah bagi saya pribadi sama seperti menentukan masa depan. Memang kadang nasib baik bisa membawa salah jurusan ke posisi pekerjaan yang oke. Tapi alangkah lebih baik kalau semua kita persiapkan dan rencanakan. Saya sendiri dari kecil bercita - cita sebagai dokter, namun ketika tes masuk baik SPMB maupun ekstensi di beberapa universitas mulai dari UGM, Unair, Unbraw ternyata saya ga lolos, bukan jalan dan rejekinya jadi dokter mungkin ya. Karena gagal, saya memilih jurusan yang saya sukai selain kedokteran yaitu kimia. Dan not bad, karena saya enjoy, saya bisa lulus dengan cepat meskipun sambi berorganisasi dengan IPK yang tetap di atas 3,5. Untuk magister karena saya sambi bekerja dan niatnya memang belajar ilmu manajemen maka saya mengambil jurusan manajemen. Dan justru bagi saya kuliah itu jadi enjoy karena apa yang saya lihat di lapangan (perusahaan) bisa saya bandingkan dengan teori dari kampus dan sebaliknya. Diskusi dengan dosen pun jadi menarik dan hidup. Dan sekarang di tempat kerja yang baru sebagai abdi negara, rasanya kedua ilmu saya tidak ada yang sia-sia. Keduanya bisa diterapkan.
Soal memilih jurusan, sebaiknya calon mahasiswa
1. Mengenali potensi diri masing-masing. Bakat menonjolnya di bidang apa, hitungan kah, analisa data kah, IT software hardware, hafalan, management, hukum, mesin, arsitek atau yang lain. Dari potensi diri, pilih beberapa alternatif jurusan yang kira-kira mengena. Saya yakin jika jurusan sesuai sama potensi , dipastikan selama kuliah ga bakal banyak stress dan malah fun belajar. Karena mengerjakan semua yang di sukai. Jangan sampai ga suka hitungan tetapi mengambil jurusan teknik, matematika, MIPA, atau akuntansi, wah bakal berabe, benci angka tapi setiap hari harus analisa dan mengolah angka. Jangan ga suka menggambar terus mengambil design interior, waduh dijamin stress.
2. Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang jurusan-jurusan kuliah. Bahkan sampai prospek kerja kedepannya. Dan harus tau beda per jurusan. Jangan samakan kimia dengan teknik kimia, pertanian juga yang mana yang paling diminati, ilmu tanah kah, ilmu hama, hortikultura atau lebih menyukai yang perkebunan, atau bahkan lebih berminat ke pengolahan pasca panennya, semua ada spesifikasinya sendiri-sendiri. Prospek kerja setelah lulus ini yang paling penting, karena tentunya setelah kita lulus berharap langsung kerja selain punya usaha kan. Jadi pilihlah jurusan sesuai juga dengan tempat kerja yang ingin kita raih. Pingin kerja di Pertamina ya biasanya jurusan ilmu sosiall dari hukum, akuntansi, manajemen, ilmu komunikasi, administrasi sedang dari ilmu pasti ya teknik mesin, elektro, pertambangan, teknik kimia dan industri. Ingin kerja di BI ya ambil yang berhubungan dengan ekonomi, manajemen dan hukum. Ingin kerja di pupuk kaltim misalnya ya ambil yang biasanya di cari pupuk kaltim seperti teknik kimia, industri dll.
3. Jika orang tua mengarahkan ke sini atau kesitu, pelajari dulu. Tak selamanya jurusan pilihan orang tua buruk. Mungkin orang tua punya pertimbangan terbaik untuk masa depan kita. Tapi sesuaikan juga dengan minat dan bakat kita. Diskusi lah yang matang dengan orang tua. Jika pertimbangan orang tua dirasa benar, si calon mahasiswa punya bakat disana, dan mungkin ke depannya ada prospek pekerjaan yang bagus ya ambil aja, tapi jika hati dan passion ga disana, maka jelaskan ke orang tua dengan sebaik-baiknya. Berikan alternatif sekaligus alasan kenapa memilih jurusan lain.
Setelah masalah pilih jurusan beres dan diterima kuliah, maka harus konsisten dan tanggung jawab atas pilihan kita. Sebagai mahasiswa tentu saja bertanggung jawab belajar dan menguasi materi-materi sesuai jurusannya. Dalami ilmu-ilmu itu sebaik mungkin dalam teori dan penerapannya. Saya yakin jika kita bertanggung jawab selama masa perkuliahan, menguasai materi-materi kuliah maka persaingan kerja akan kita lewati dengan mudah. Dengan kapabilitas dan kompetensi yang kita dapat semasa kuliah ditambah kemampuan argumentasi yang baik yang juga bisa diasah melalui berbagai wadah kemahasiswaan selama kuliah, tentu saja nilai jual kita di mata pencari kerja akan tinggi. Selamat memilih jurusan, selamat memasuki dunia perkuliahan menjadi orang yang dianggap dewasa dan selamat menjadi agent of exchange. Hidup Mahasiswa !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H