Beberapa bulan terakhir, saya memutuskan untuk berada dalam ‘arus kehidupan’ berkecepatan tinggi. Dari satu rapat ke rapat lain, dari satu kota ke kota lain, dari satu kesibukan ke kesibukan lain. Bagi seorang phlegi seperti saya, yang gemar menjalani kehidupan secara damai, santai dan perlahan, kehidupan macam ini benar-benar menjadi tantangan yang luar biasa.
Sudah beberapa kali terjadi, saya membutuhkan beberapa menit untuk menyadari dimana dan atau darimana saya pergi. Mengamati layar petunjuk pengambilan bagasi di bandara, dua menit setelahnya saya baru bisa mengingat darimana saya baru saja mendarat. Perjalanan tugas yang tidak hanya sekedar antar kota besar, namun mesti menempuh gabungan perjalanan darat, perjalanan laut selama berjam-jam, membuat memori yang telah menua ini bekerja lebih keras untuk mampu menyerap dan menata begitu banyak informasi dalam waktu yang singkat.
Dahulu, saya bermimpi di usia saya sekarang, saya tinggal menikmati hidup. Jikapun harus berjalan kesana kemari, saya sedang menikmati hobi saya sebagai life learner, bergerak perlahan dari satu tempat ke tempat lain, sambil mencatat dengan seksama banyak hal menarik yang ditemui. Well, here I am, bergerak cepat dari satu tempat ke tempat lain, dalam skedul yang super ketat, dan harus membuat begitu banyak laporan dalam waktu singkat.
What a life….
Membaca sekilas pendahuluan di tulisan ini, mungkin banyak yang berpikir saya adalah wanita karir yang super sibuk. Padahal, sejatinya, saya adalah wanita sangat biasa yang sedang berjuang untuk senantiasa mensyukuri hidup. Saya memiliki mimpi yang sederhana dalam perjuangan ini: hidup dengan senyum, mati tersenyum, dan punya tabungan cukup buat dapat tiket masuk surga. Beberapa tahun terakhir, Allah mengirimkan ujian yang “kelihatannya” berusaha menarik saya untuk tidak bahagia. Untuk menangis, untuk meratapi nasib, untuk menyerah kalah pada keadaan, bahkan – mungkin - untuk tunduk pada kedzaliman. Saya sempat “menenggelamkan diri” dalam rasa takut, cemas, khawatir dan kesedihan yang luar biasa. Wajah saya suram, kehidupan saya terasa suram. Dan yang paling menyedihkan, karena saya seorang ibu, kesuraman saya secara otomatis menjadi kesuraman seluruh buah hati saya.
Perlu waktu yang cukup, untuk menyadari semua pusaran hidup kita direncanakan Allah untuk membuat kehidupan kita memiliki akhir yang istimewa. Dan yang terpenting, Allah tidak pernah ingin mahlukNya bersedih hati apalagi menderita. Buktinya? Allah tidak pernah sekalipun menarik nafas kita, selama Dia masih memperkenankan kita hidup. Rezeki dan kebahagiaanNya bertebaran di seantero dunia.. di darat, laut, udara. Dia hanya minta kita berikhtiar sangat kuat untuk mengejarnya. Saat saya bersedih hati karena merasa sendirian…Yaa Rahman Yaa Raahiim…Allah menghadirkan sahabat-sahabat sejati penuh cinta diantara manusia yang sekedar berbasa-basi. Saat memerlukan rezeki… Yaa Fattah Yaa Razzaq….peluang dan kesempatan untuk memperoleh rezeki yang halal terbuka diantara tumpukan kesempatan instan untuk meraup kemewahan dan kemegahan dalam sekejap mata.
Saya mungkin bisa memilih untuk menyerah pada kendali manusia yang berusaha untuk tidak membahagiakan saya. Tapi siapakah yang sesungguhnya memiliki hidup? Allah bahkan menyiapkan segala sesuatu dengan rapinya untuk membuat kita bahagia. Jikapun Dia terpaksa membenturkan kita pada kesedihan dan kekurangan, saat ini, saya sudah berpikir, itulah caraNya untuk bicara, “Manusia…kamu sudah salah memilih jalan, maukah engkau Aku bantu menemukan kembali jalanmu kepadaKU?…”
Dan, akhirnya saya memilih untuk mengejar kebahagiaan saya, dengan cara ini. Saya berjibaku mengatur dan terikat pada skedul yang sangat ketat; letih menempuh perjalanan berjam-jam, dikejar deadline laporan hanya dalam hitungan hari; harus selalu siaga meluangkan waktu untuk buah hati tercinta tentang pelajaran sekolah yang mesti dibantu dikerjakan dan segala macam jenis curhat dan kegiatan mereka;berbagi cinta pada orang tua, saudara, sahabat; tetap meluangkan waktu berbagi ilmu untuk sahabat yatim dhuafa… Benar-benar sebuah perjuangan yang menguras tenaga dan pikiran. Namun, hebatnya, masya Allah, saya sekarang sudah mampu mengikis sedikit demi sedikit kesuraman dan kesedihan hati saya, karena saya merasa lebih bahagia, saya sudah kembali banyak tersenyum; Allah Yang Maha Penuh Cinta tidak akan pernah membiarkan mahlukNya sedih dan menderita. Dan surga tidak pernah disediakan untuk mahlukNya yang selalu mengeluh dan tidak bersyukur.
The pursuit of happiness - mengejar kebahagiaan - tidak pernah menjadi sebuah perjuangan yang sederhana, jika yang kita kejar adalah kebahagiaan hakiki milik Allah. Namun, saya sangat yakin,seberat apapun, Allah akan mengalirkan kebahagiaan di tengah perjuangan luar biasa ini. Sejatinya, saya sudah memperoleh banyak hal yang pernah saya cita-citakan… menjadi seorang ibu yang memiliki anak-anak yang kuat sekaligus positif, riang dan bahagia; dan tetap diizinkan menjadi seorang life learner, berkeliling ke penjuru dunia, belajar mengenal banyak orang dan banyak budaya.. Perbedaannya, dengan ujian ini, Allah mengajarkan saya untuk mencapainya dengan hati lebih baja, sikap lebih mandiri, berjalan lebih tegap dan cepat, berpikir lebih tangkas, dan….bersyukur lebih banyak….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H