Kemarin saya beberapa hari harus beristirahat dirumah karena sakit. Karena lemah tak berdaya dirumah jadi hiburan yang bisa dinikmati hanyalah televisi. Iseng-iseng saya melakukan eksperimen kecil membandingkan tingkat kebosanan ketika menghabiskan seharian menonton televisi nasional dengan menonton dvd film barat koleksi saya. Hasilnya, menonton televisi nasional sukses menambah kebosanan saya dalam waktu kurang dari tiga jam.
Sekarang 90% acara televisi diisi dengan sinetron. Sinetron remaja yang isinya seorang pelajar dengan dandanan “menor” seperti dandanan mau ke pesta. Atau kadang isinya seorang protagonis yang cuma bisa menangis tersedu-sedu. Ada juga yang sedang belajar mengendarai burung rajawali raksasa yang tiba-tiba muncul dari langit.
Mungkin kalau dipikir-pikir ya masih ada proses belajarnya juga, tapi entah kearah mana. Sekarang sinetron benar benar ada dimana-mana dan kapanpun. Sebenarnya sinetron tidak sepenuhnya juga tidak boleh ditayangkan. Sinetron boleh tetap ada, untuk para ibu-ibu rumah tanggga dan para penggemar Nikita Willy serta Dimas Anggara dan teman-temannya, tapi ya tidak setiap jam. Juga tidak mendominasi. Harus lebih variatif.
Intinya, menonton televisi itu harusnya menyenangkan. Tayangan televisi tidak harus sempurna, tapi ya paling tidak jangan sampai tayangan tersebut membodohi penontonnya. Mungkin kedengarannya sulit, tapi asalkan ada niat bukan berarti tidak mungkin kan.
Dari kejadian ini saya jadi ingin punya stasiun televisi sendiri. Dan menyajikan yang lebih kreatif dari acara distasiun televisi pada umumnya. Kadang, dalam menciptakan sesuatu kita mesti berani melawan arus. Tidak semua kemauan penonton harus diikuti kan? Yang tidak suka, akan selalu ada. Tapi sejalan dengan itu, yang suka juga pasti akan ada.
Jadi, ada yang mau mendanai stasiun televisi saya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H