13 tahun yang lalu, saya kesulitan mencari sekolah dasar untuk anak laki-laki saya yang didiagnosa Autis. Apa saja kesulitannya ? Seluruh sekolah negeri, mereka langsung menolak dengan alasan tidak adanya guru yang kompeten dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Kemudian saya beranjak ke sekolah dasar inklusi lumayan jauh dari tempat tinggal saya.Â
Anak saya kemudian dinilai dan dinyatakan tidak dapat masuk kriteria mereka karena anak saya tidak dapat duduk diam dan menerima perintah. Oke, saya tak banyak bicara.
Lanjut, saya mendatangi sekolah khusus untuk anak berkebutuhan khusus yang pas sekali di belakang jalan rumah saya. Kembali dinilai dan diwawancara, dan tak dapat masuk kriteria dikarenakan (lagi-lagi) tidak dapat duduk diam dan tidak bisa langsung menerima pelajaran.
Hmm, aneh memang kriteria ini dikarenakan anak autis pun beragam sekali dan kompleks. Dan apa yang menjadi landasan mereka untuk menolak siswa yang berkebutuhan khusus pun masih tanda tanya.
Akhirnya saya berpikir. Apakah pendidikan Indonesia masih belum sanggup untuk mengakomodir anak berkebutuhan khusus dimana sekarang 1 dari 100 anak di dunia adalah anak autis dan meningkat 178% dari tahun 2000.
Saya pernah bekerja di sebuah sekolah internasional di bilangan Tangerang Selatan. Dan di semua kelas baik dasar maupun menengah, ada anak berkebutuhan khusus. Mereka pun mempunyai servis yang benar-benar menangani anak berkebutuhan khusus, dan berbagai macam. Dan pasti, ada yang tidak dapat duduk diam.
Mungkin Indonesia bisa mengambil contoh dari sekolah yang memang berlandaskan "Pendidikan untuk semua, tanpa memandang ras, agama, etnik, latar belakang dan disabilitas". Dan yang pasti, kualitas guru juga harus ditingkatkan.
Sumber daya tentu menjadi masalah karena tidak semua pendidik mempunyai ilmu mengajar anak berkebutuhan khusus. Dan sudah pasti tidak semua mau menjadi guru anak berkebutuhan khusus karena sebenarnya, dasar utama dari guru anak berkebutuhan khusus adalah sabar dan punya minat khusus dan bernyali besar untuk mengajar mereka. Karena mereka adalah tantangan.
Jadi, apakah pendidik sekarang mempunyai jiwa sabar dan tertantang ? Saya jawab, mungkin. Apakah mereka punya ilmu mengajar anak berkebutuhan khusus ? Bisa jadi ada pengalaman. Bagaimana dengan ketiganya ? Saya jawab, masih sedikit sekali.
Kapan saatnya nanti orangtua bisa bernafas lega karena pendidikan buah hati mereka yang berkebutuhan khusus tidak perlu dikhawatirkan lagi ? Pendidik yang sabar dan berkualitas. Buah hati mereka sedikit demi sedikit mengalami pencapaian yang luar biasa, baik dalam akademik maupun non akademik. Bahkan sekolah gratis, barangkali ?
Mimpi ? Entahlah.