Misalnya ada dua orang lulusan Universitas terbaik di Indonesia, dan keduanya sudah memulai karir. Kira-kira mana yang akan lebih sukses? Apakah yang IPK nya tinggi ataukah ada faktor lain?
Jawabannya sungguh mencengangkan. Yang akan sukses berkarir bukan yang secara penguasaan materinya cukup baik yang dibuktikan dengan IPK yang tinggi. Tapi kesuksesan itu tergantung siapa guru TK nya.
Pada akhir tahun 80-an, negara bagian Tenesse melakukan eksperimen yang cukup berani. Di 79 sekolah, yang kebanyakan berada di daerah berpenghasilan rendah, eksperimen ini melakukan pengocokan secara random kepada 11,000 siswa ke kelas-kelas yang berbeda dari TK sampai dengan kelas 3. Tujuan penelitian awalnya adalah untuk mengetahui apakah kelas dengan jumlah murid yang lebih kecil, akan membuat murid-muridnya lebih mudah untuk belajar.
Seorang ekonom jenius bernama Raj Chetty menyadari bahwa eksperimen tersebut dilakukan secara random baik untuk gurunya dan juga muridnya. Sehingga, dengan menggunakan data-data yang sudah dikumpulkan, dia menganalisa data yang sudah berdebu ini untuk mencari karakteristik atau fitur kelas lainnya selain dari jumlah murid perkelas.
Raj Chetty ini seorang ekonom kelas atas. Kesimpulan dari penelitiannya adalah excellence atau keunggulan itu ternyata tidak terlalu bergantung kepada bakat alami seperti yang sebagian orang kira. Misalnya, sebagian besar orang berpikir seseorang pintar matematika atau bermain sepak bola karena memang bakatnya seperti itu. Padahal ada faktor lain.
Hasil penelitian Chetty dari data-data dari negara bagian Tenesse mengungkapkan hasil yang sangat mencengangkan. Kesuksesan yang dicapai oleh orang dewasa, menurut hasil penelitian Chetty, bisa di prediksi dengan mendapatkan informasi siapa guru mereka saat mereka masih TK. Ketika berumur 25 tahun, orang dewasa yang ketika TK nya di ajari oleh orang guru yang lebih berpengalaman, memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa seumuran.
Sekolah TK itu penting, tapi siapa sangka bahwa yang dipelajari saat TK akan sangat berpengaruh puluhan tahun kemudian? Jawaban pertama yang muncul adalah bahwa guru TK yang lebih berpengalaman bisa mengajari murid dan mengembangkan keterampilan otak mereka sehingga murid-muridnya memiliki dasar yang kuat mengenai angka dan kosa kata. Akan tetapi, keterampilan seperti itu dalam beberapa tahun berikutnya, rekan-rekan sebayanya bisa mengejar ketertinggalan.
Untuk mencari apa yang dibawa dikemudian hari oleh murid-murid dengan guru lebih berpengalaman di TK, Chetty menjadi informasi lain. Di kelas 4 dan kelas 8, murid-murid diberi rating oleh gurunya yang meliputi empat soft skill: Proaktif, Prososial, Disiplin, Bertekad kuat.
Ternyata, hasil rating untuk murid-murid yang diajari guru TK yang berpengalaman, memiliki rating yang lebih tinggi untuk keempat soft skill tersebut. Lagi-lagi, Chetty menggunakan rata-rata penghasilan sebagai indikator kesuksesan. Dengan melihat korelasi antara rating dan penghasilan, memang murid dengan rating tinggi memiliki penghasilan yang lebih besar.
Memang, mengukur kesuksesan dengan banyaknya penghasilan adalah sesuatu yang debatable. Tapi mengukur dengan variable lain mungkin agak sulit. Jadi, pendekatan penghasilan untuk mengukur kesuksesan bisa diterima.
Lantas, bagaimana dengan dunia kerja saat ini? Jelas dunia kerja sangat membutuhkan soft skill. Bekerja sama, berkomunikasi dan pantang menyerah adalah salah satu hal yang penting yang sangat dibutuhkan organisasi bisnis agar bisa bersaing dengan organisasi lain.
Bagaimana dengan orang-orang yang sudah terlanjur dewasa atau siswa-siswa yang sudah kadung masuk pendidikan menengah akan tetapi tidak memiliki guru TK yang berpengalaman yang bisa mengajari mental pantang menyerah, bergaul ataupun menjadi orang prokatif?
Teknikal skill penting untuk mengerjakan hal mendasar, akan tetapi setelah satu atau dua tahun, hampir setiap orang akan memiliki skill yang sama. Bahkan, saat ini, teknikal skill sangat mudah untuk dipelajari dengan menjamurnya online learning dan sertifikasi untuk kemampuan teknikal skill.
Sayangnya soft skill tidak bisa dipelajari secara online. Teorinya dengan mudah dipelajari lewat buku atau situs pembelajaran online. Akan tetapi, softskill itu membutuhkan pengelolaan emosi yang  butuh pengalaman dan jam terbang yang cukup lama. Kalau masih menjadi siswa atau mahasiswa, bergabung dengan organisasi dengan pembina yang tepat bisa menjadi salah satu hal yang bisa dikerjakan. Organisasi mahasiswa akan mengajari kerja sama, berdiskusi, menahan emosi, publik speaking dan lain-lain.
Untuk orang yang sudah bekerja, jangan hanya fokus dengan teknikal skill. Teknikal skill sekarang dengan cukup mudah dipelajari, akan tetapi mempertajam soft skill butuh pengalaman. Dealing with so many people is tiring. Butuh resiliensi, semangat pantang menyerah dan berkonflik dengan sehat. Jika sekarang di perusahaan tempat bekerja memberi kesempatan yang sangat besar untuk mengembangkan softskill, gunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Karena pada akhirnya, hasil kerja kita sangat tergantung dari orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H