Mohon tunggu...
Dessy Achieriny
Dessy Achieriny Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content creator

Blogger

Selanjutnya

Tutup

Money

Ironi Industri Bauksit di Negeri Sendiri

17 Juni 2015   18:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:39 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tema: Harapan dan Tantangan Industri Bauksit dan Smelter Alumina

Ketika kita membicarakan tentang Industri Bauksit dan Smelter Alumina sekarang ini, maka tidak lepas dari gejolak yang terjadi serta dengungan mengenai pembahasan tentang investor asing seperti Rusal yang hendak membangun pabrik pengolahan (smelter) bauksit di Indonesia.

Siapa itu Rusal?

United Company RUSAL

RUSAL merupakan perusahaan Rusia yang bergerak dalam industri bauksit, alumina, dan aluminium. Perusahaan ini merupakan salah satu yang paling unggul dan canggih di dunia, baik dari segi kapasitas maupun teknologi yang mereka miliki.

Indonesia sangat membutuhkan pabrik pengolahan bauksit karena negara ini merupakan salah satu eksportir bauksit terbesar di dunia selama periode beberapa puluh tahun terakhir. 3 wilayah yang memiliki kekayaan alam bauksit di Indonesia yang masih dapat di eksplorasi yaitu: Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tenggara.  Namun sayangnya masih mengimpor alumina dari Australia untuk kebutuhan produksi alumunium perusahaan Indonesia Inalum. Hal itu dikarenakan Indonesia belum bisa mengolah bauksit menjadi alumina secara langsung.

Negara Indonesia adalah negara yang kaya, negara yang mempunyai Sumber Daya Alam yang membuat iri seluruh negara maju di dunia,  baik itu dari segi pertambangan, rempah-rempah, kekayaan wisata, hutan, perairan dan lain-lain. Hanya pengolahannya saja yang cenderung masih amburadul. Bayangkan? Sebagai eksportir bauksit terbesar di dunia, namun sayangnya Indonesia justru menjadi salah satu negara yang bahkan belum bisa mengolah hasil kekayaan bauksitnya sendiri.

Namun dengan adanya kebijakan pelarangan eksport bauksit yang juga merupakan permintaan perusahaan aluminium terbesar Rusia, yaitu UC Rusal, yang pada saat itu berencana menanamkan investasinya di Indonesia untuk membuat pabrik pengolahan bauksit (smelter alumina) di Kalimatan meresahkan banyak kalangan, hingga berkembangnya desas-desus yang terjadi akhir-akhir ini. Sampai pada akhirnya keluarlah Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 terbit pada tanggal 12 Januari 2014 yang sebagian pihak menilai bersifat diskriminatif, misalnya: Larangan ekspor mutlak dari bijih bauksit dan nikel, tidak ada bea keluar padahal belum ada fasilitas pengolahan/pemurnian. Dengan adanya pelarangan ekspor bauksit, maka sebanyak pasokan 40 juta ton bauksit dari industri nasional untuk dunia internasional menghilang. Dampaknya, harga alumina Rusal di dunia internasional melonjak. Sementara itu, industri bauksit nasional justru kehilangan potensi devisa Rp 17,6 triliun per tahun, penerimaan pajak Rp 4,09 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 595 miliar. 

Jika Indonesia berencana mengembangkan dan meningkatkan kapasitas Inalum, maka kebutuhan alumina juga akan semakin tinggi. Indonesia perlu memproduksi sendiri alumina agar tidak bergantung pada pasokan dari negara lain, jumlah impor alumina Indonesia mencapai tiga hingga empat kali lipat produksi dalam negeri. "Jadi ketergantungan Indonesia dalam produk pengolahan alumunium sangat tinggi" Negara yang berpenduduk 250 juta orang dengan tingkat perkembangan ekonomi seperti Indonesia memerlukan paling sedikit satu juta ton aluminium untuk diproses menjadi produk yang dapat digunakan oleh masyarakat. Jika Indonesia tak bisa memenuhi kebutuhan tersebut dari pasokan dalam negeri, maka Indonesia harus mengimpor dari negara lain. "Itu artinya, secara tak langsung Indonesia memberi subsidi bagi industri alumunium asing seperti Tiongkok, Jepang, Korea, dan AS. Memang setiap kebijakan, akan menemui proses perjalanan panjang untuk dapat diterima dan dapat dimengerti juga oleh banyak kalangan yang memang menginginkan banyak hal baik pada negri ini, juga harus siap berbenturan dengan pro dan kontra yang terjadi setelahnya.

Bukankah setiap kebijakan juga merupakan perjuangan? Butuh proses untuk diterima dan menerima.

Klarifikasi mengenai  pelarangan ekspor mineral mentah yang disampaikan bapak Hatta Radjasa adalah perintah UU Nomor 4 Tahun 2009. Pelarangan yang dimaksudkan dalam UU tersebut bahwa mineral mentah harus diproses dan dimurnikan di dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun