Memahami dan Menjelaskan Akuntansi Pajak PPn dan PPnBM
Â
Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) adalah dua jenis pajak yang memiliki perbedaan dalam objek pajak dan cara pengenaan.
PPn ( Pajak Pertambahan nilai )
Sistem pemungutan pajak Indonesia menggunakan Self Assesment System, yang berarti bahwa wajib pajak harus memiliki peran, tanggung jawab, dan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Perkembangan transaksi bisnis dan pola konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa yang merupakan objek dari PPN sangat memengaruhi pengenaan PPN, yang merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pihak lain. Untuk memastikan bahwa setiap pemungutan PPN dilakukan dengan benar, diperlukan mekanisme pemungutan yang dapat memastikan bahwa setiap pemungutan PPN. Mekanisme pengenaan PPN, objeknya, subjeknya, syarat terutangnya, barang dan jasa yang tidak dikecualikan dari pengenaan PPN; barang kena pajak mewah, karakteristik PPnBM, barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor; jenis SPT masa PPN; metode pembayaran dan pelaporan PPN sampai sanksi perpajakan yang berkaitan dengan PPN; jenis faktur pajak, cara penerbitan, penggantian, dan perubahan faktur pajak.
Berikut adalah penjelasan rinci tentang objek dari masing-masing pajak tersebut:
Objek PPnÂ
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: (Pasal 4 ayat (1) UU PPN) :
- penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
BKP adalah barang yang dikenakan PPN, baik barang berwujud (misalnya, kendaraan, pakaian) maupun tidak berwujud (misalnya, hak cipta, lisensi).
Penyerahan barang mencakup pengalihan hak atas barang karena jual beli, hibah, tukar-menukar, dan sewa guna usaha dengan hak opsi.
- impor BKP
Impor Barang Kena Pajak (BKP) adalah proses membawa barang yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari luar negeri ke wilayah Indonesia, yang disebut Daerah Pabean. Dalam konteks PPN, BKP yang diimpor adalah barang yang dikenakan pajak berdasarkan peraturan perpajakan ketika masuk ke wilayah Indonesia.
- penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha mengacu pada penyediaan atau pelaksanaan jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh pengusaha di wilayah Indonesia. Jasa ini harus memenuhi kriteria tertentu untuk dikategorikan sebagai Jasa Kena Pajak, dan transaksinya harus terjadi di dalam Daerah Pabean atau wilayah Republik Indonesia.
- pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Penggunaan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean adalah penggunaan atau penerapan barang tidak berwujud yang berasal dari luar wilayah Indonesia (di luar Daerah Pabean). Dalam konteks pajak pertambahan nilai (PPN) di Indonesia, pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar negeri diwajibkan untuk membayar PPN.
- pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean