Kata Indonesia pada awalnya digunakan oleh seorang antropolog Inggris, J. R. Logan, pada 1850 yang dianalogikannya dengan Polinesia. Kata ini kemudian dipopulerkan oleh antropolog Jerman Adolf Bastian dalam bukunya Indonesien (1884).
Pada 1917, orang-orang pribumi yang tinggal di Belanda membentuk Indonesisch Verbond van Studeerenden (Persatuan Pelajar Indonesia) dan pada 1922 membentuk sebuah organisasi yang dinamakan Indische Vereeniging. Inilah cikal bakal kata Indonesia dijadikan nama negara yang diidam-idamkan pada 1928 oleh pergerakan nasionalis dan dinyatakan secara formal melalui Sumpah Pemuda. Tetapi ternyata Belanda sendiri tidak pernah mau menerima nama tersebut, hingga tahun 1948 barulah istilah Indonesie (dengan 2 titik di atas huruf e) digunakan untuk menyebut negeri bekas jajahannya ini di dalam sebuah Undang-undang Dasar.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang kita pakai sehari-hari diturunkan dari bahasa Melayu, bahasa wilayah pesisir Sumatera Timur, Kepulauan Riau dan Semenanjung Melayu. Sejak abad ke-17, bahasa Melayu semakin banyak digunakan sebagai lingua franca Nusantara. Bahasa ini digunakan oleh Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) dalam berurusan dengan para penguasa pribumi.
Bahasa Melayu berkembang dari basis yang relatif kecil pada mulanya, digunakan oleh penduduk di Sumatra timur dan selatan serta di semenanjung melayu pada abad ke-13. Mungkin karena semakin ramainya jalur perniagaan di wilayah-wilayah tersebut menjadikan bahasa Melayu menjadi bahasa utama di Nusantara sejak abad ke-16.Â
Bahasa Melayu lebih disukai oleh kaum nasionalis daripada bahasa Jawa karena tidak diasosiasikan dengan kelompok etnis utama apapun, selain itu bahasa ini tidak memiliki tingkat bahasa formal seperti bahasa Jawa yang dianggap terlalu bersifat feodal.
Balai Pustaka memiliki pengaruh dalam mempromosikan bahasa Melayu sebagai bahasa kesusastraan. Balai Pustaka adalah komisi pemerintah untuk kesusastraan dan penerbitan rakyat, didirikan pada 1917 sebagai Comite voor de Volkslectuur. Lembaga ini menerbitkan bahan bacaan murah dalam bahasa Melayu, Sunda dan Jawa, mengelola perpustakaan dan menyediakan penerjemah untuk pengadilan.
Penggunaan bahasa Indonesia untuk tujuan administratif semakin meningkat selama pendudukan Jepang ketika penggunaan bahasa Belanda dilarang. Meskipun pihak yang berwenang pada masa itu mengurangi pengaruh bahasa Eropa dalam kosakata Indonesia, namun masih banyak pengaruh bahasa Eropa terhadap sintaksis bahasa Indonesia.
Sebuah sistem ejaan untuk bahasa Indonesia sebetulnya telah diformalkan oleh Ch. A. van Ophuijsen pada 1901, tetapi setelah kemerdekaan dilakukan pengubahan. Perubahan pertama adalah penggunaan u menggantikan oe oleh Suwandi pada 1947. Perubahan yang lebih banyak lagi dilakukan berdasarkan kesepakatan Bahasa Indonesia-Malaysia yang ditandatangani pada 1973.
Ejaan 1973 yang dikenal sebagai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) mengubah tj menjadi c, dj menjadi j, j menjadi y dan ch menjadi kh, serta menghilangkan perbedaan antara e dengan e'. Perubahan kosakata dan tata bahasa dalam bahasa Indonesia berlangsung sangat cepat hingga segera membentuk ciri khas yang berbeda dengan induknya bahasa Melayu.Â
Sumber : Kamus Sejarah Indonesia oleh Robert Cribb dan Audrey Kahin cetakan pertama 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H