Mohon tunggu...
Dessi Christanti
Dessi Christanti Mohon Tunggu... Dosen - seorang Ibu dan istri

Selalu bersyukur dan berpikir positif

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

"Tenang, Ada Aku", Dukungan Sosial pada yang Isoman

9 September 2021   09:09 Diperbarui: 9 September 2021   09:08 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tenang..., ada aku." adalah kalimat bagaikan mantra yang mampu membuat saya merasa tenang ketika Covid19 menghampiri saya. Kalimat tersebut bukan dari penyihir sakti nan mandraguna, melainkan dari suami saya.  Siapa sih yang gak cemas ketika test SWAB menunjukkan hasil positif Covid19. Terus terang, saya juga jengkel karena tidak mengharapkan dapat giliran terkena Covid19. Saya merasa sudah membentengi diri saya dengan mengkonsumsi berbagai vitamin dan berjemur, tapi toh tertular juga.  Well, intinya saat itu saya merasa galau.

Melihat saya yang galau, suami saya pun menenangkan saya. Suami saya juga langsung mengatur apa yang harus saya lakukan dan tidak boleh saya lakukan selama isoman. Suami saya juga memberitahu anak saya apa yang harus ia lakukan. Ketenangan dan kesigapan suami saya membuat saya menjadi lebih tenang dan siap menjalani masa isoman. Ini bentuk cinta suami saya.

Apa yang dilakukan oleh suami saya, dalam kajian psikologi termasuk dalam dukungan sosial. Menurut Sarafino dan Smith (2011) dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan bantuan yang diberikan seseorang atau kelompok kepada individu yang memerlukan . Jadi dapat dikatakan dukungan sosial ini merupakan segala bentuk bantuan dan perhatian  yang diberikan kepada individu yang sedang menghadapi masalah atau tantangan agar ia merasa nyaman menghadapi dan  menyelesaikan masalahnya..

Berdasarkan pengalaman saya dan beberapa teman, covid19 bukan hanya menyerang fisik, tapi mental juga. Penderita merasa cemas, tidak nyaman, kadang ada perasaan takut dijauhi lingkungan. Itu sebabnya, dukungan sosial diperlukan bagi penerita Covid19. Tidak hanya bantuan secara material, misalnya membelikan obat atau makanan, terlebih dukungan secara emosional. Memberikan semangat, hiburan dan kata-kata positif. Bisa juga seperti yang suami saya lakukan, menunjukkan bahwa saya bisa mengandalkan suami saya selama isoman (dan tentu saja juga untuk seterusnya he he he....) 

Siapa saja yang bisa memberikan dukungan sosial? Siapa saja yang memang berniat dan tergerak memberikan dukungan sosial. Keluarga, teman, guru, tetangga, anggota komunitas tempat individu bergabung. Pendek kata, semua individu yang memiliki hubungan dengan individu yang sedang menghadapi masalah bisa memberikan dukungan sosial. Terkait dengan Covid19, dukungan sosial utama bagi penderita Covid19 yang menjalani isoman seharusnya berasal dari keluarga. Tidak hanya keluarga inti namun anggota keluarga besar juga dapat turut memberikan dukungan sosial. Suami/istri dan anak, ditambah kakek/nenek, om/tante, pak dhe/bu dhe, pak lik/bu lik, semuanya dipersilakan memberikan dukungan sosial bagi anggota keluarga yang isoman. 

Masih manurut Sarafino dan Smith (2011) bentuk dukungan sosial nih bisa bermacam-macam yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional dan dukungan persahabatan. Berikut, saya beberkan bentuk dukungan sosial apa saja yang bisa diberikan oleh keluarga pada penderita Covid19 yang sedang menjalani isoman di rumah. Ini berdasarkan pengalaman saya sendiri dan beberapa tetangga saya yang juga isoman di rumah.

1. Dukungan emosional

Dukungan emosional bagi anggota keluarga yang menderita Covid19 dapat berupa kata-kata yang menenangkan, kata-kata yang menghibur atau kata-kata yang memberikan semangat. Bentuk dukungan emosional ini bisa dilakukan oleh semua anggota keluarga, termasuk anak-anak.

Memperlihatkan ketegaran juga merupakan bentuk dukungan emosional bagi penderita Covid19. Pada saat saya harus isoman, suami saya terlihat tegar dan memegang kendali. Ketika saya akhirnya selesai isoman, suami mengaku bahwa ia sebenarnya pun cemas, Namun ia tidak mau memperlihatkan kecemasannya karena takut saya akan bertambah cemas. Jadi para pembaca, bila pasangan atau keluarga anda mengalami sakit, meskipun Anda juga cemas, sembunyikan kecemasan Anda ya demi kenyamanan si sakit. Memperlihatkan  bahwa anggota keluarga yang sehat bisa diandalkan juga merupakan bentuk dukungan emosional yang diperlukan. 

2. Dukungan instrumental

Banyak dukungan instrumental yang bisa diberikan oleh keluarga pada anggota keluarga yang sedang isoman. Suami saya jelas memberikan segala bentuk dukungan instrumental pada saya. Ia membelikan obat dan vitamin, menyediakan makanan, bahkan membersihkan kamar saya. Anak saya pun memberikan dukungan instrumental yaitu bersedia ikut membersihkan rumah.

Memang penting, mengajarkan anak untuk mau terlibat membersihkan rumah sejak dini, sehingga ketika ibu sakit, anak bisa ikut membantu membersihkan rumah. Kesediaan anak ikut terlibat membersihkan rumah, tentu memberikan ibu ketenangan dan bisa fokus pada penyembuhan sakitnya.  Harap diingat melibatkan anak dalam pekerjaan rumah tangga tetap harus memperhatikan usia anak ya...

Keluarga besar, juga bisa ikut memberikan bantuan instrumental. Sebagai contoh, ketika salah satu tetangga saya (suami-istri)  harus masuk rumah sakit akibat Covid19, adik sang suami bersedia mengurus keponakannya yang terpaksa tinggal sendiri di rumah. Adik sang suami, menyediakan makanan, vitamin, hingga berburu susu merk tertentu yang sempat langka saat itu. Keluarga besar juga bisa menawarkan untuk menjaga dan mengasuh anak-anak  yang masih kecil bila ayah dan ibu harus isoman di rumah. Ini dialami oleh tetangga saya yang lain, sementara ia dan suami isoman di rumah, anak-anaknya dititipkan di rumah saudara. Dengan demikian, tetangga saya dan suaminya merasa tenang, tidak cemas menularkan Covid19 ke anak-anaknya.

3. Dukungan informasional

Dukungan informasional dapat diberikan melalui informasi atau nasehat. Suami saya rajin mencari informasi mengenai penyembuhan Covid19. Ia akan membaginya ke saya kalau informasi tersebut menurutnya masuk di logika. Maklum di media sosial banyak hoax tentang covid19, jadi kita musti pandai-pandai menyaring informasi. Demikian pula dengan tetangga saya yang lain lagi, ketika suaminya harus isoman, tetangga saya ini rajin mencari informasi seputar penyembuhan Covid19. Saya tahu persis, karena ia juga bertanya kepada saya tentang penyembuhan covid19.

4. Dukungan persahabatan

Dukungan persahabatan bisa diberikan kepada anggota keluarga yang mengalami isoman. Memang, tidak dimungkinkan untuk berdekatan dengan penderita Covid19 namun bukan berarti kita tidak bisa membangun suasana yang penuh kehangatan di rumah. Sebagai contoh, suami saya tiap pagi rajin membuka pintu kamar saya, kemudian menyapa dan menanyakan kabar saya hari itu. Mungkin terlihat sepele, namun bagi saya sangat berarti. Sapaan dari pasangan dapat membangun mood positif bagi penderita.

Kalaupun tidak berani mendatangi langsung kamar orang yang isoman, toh masih ada media sosial yang bisa kita manfaatkan. Bertegur sapa dan saling chat melalui media sosial dapat menghibur orang yang sedang isoman. Ini yang dilakukan oleh anak dan keluarga  besar saya. 

Photo by Purplenick
Photo by Purplenick

Penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2020) menunjukkan bahwa dukungan sosial yang tinggi membuat penderita Covid19 memiliki kualitas tidur yang baik dan kesehatan jiwa yang positif. Dengan demikian jelaslah,   dukungan sosial merupakan salah satu aspek penting dalam proses penyembuhan Covid19. Bila mendapat dukungan sosial, anggota keluarga yang menjalani isoman akan merasa nyaman, merasa terperhatikan sehingga dapat bersemangat untuk menuju kesembuhan.

Keluarga yang penuh cinta dan saling mendukung tentu akan membuat anggota keluarga merasa nyaman dan memiliki kesehatan mental yang baik.  Tidak hanya ketika masa pandemi Covid19 atau ketika ada yang sakit, setiap hari setiap waktu kita bisa menunjukkan cinta dan dukungan kita pada keluarga. Bukankah harta yang paling berharga adalah keluarga?

Referensi:

Santosa, M.D.Y. (2020). Review artikel: Dukungan sosial dalam situasi pandemic covid19. Jurnal Litbang Sukowati, 5(1), 11-26.

Sarafino, E.P., Smith, T.W. (2011). Health psychology : biopsychosocial interactions seventh edition. New York: John Wiley & Sons

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun