Mohon tunggu...
Desra Naufal
Desra Naufal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hobiku membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sejarah dan Rintangan Pemberantasan KKN di Indonesia dan Hubungannya dengan Good Governance

31 Desember 2023   13:11 Diperbarui: 31 Desember 2023   13:11 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam pembahasan ini dibingkai dengan istilah KKN yang merupakan akronim dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Ketiga fenomenal ini kerap menjadi persoalan dan masalah yang tidak kunjung usai di negara Indonesia ini. Cukup prihatin menurut penulis, di karenakan masalah ini kerap terjadi di lingkungan pemerintahan Indonesia, dan pemerintahan Indonesia juga yang tidak bisa menyelesaikan persoalan ini dari masa ke masa. 

Seorang prokalamator Presiden pertama RI yaitu bapak Presiden Ir. Soekarno pernah berkata “JAS MERAH” yakni jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Entah sejarah baik ataupun buruk yang harus kita kenang oleh penerus bangsa jika ingin melihat dari perjalanan bangsa ini.     Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pemerintahan Presiden Soekarno belum memiliki sebuah aturan yang mengatur tentang penyalahgunaan anggaran oleh para pejabat.

Pada agustus tahun 1955, pengunduran diri Kabinet Ali Sastroamidjojo menghendaki Burhanuddin Harahap dari Partai Masyumi naik sebagai Perdana Menteri. Ketika memimpin Burhanuddin menyadari bahwa peraturan dan perundang-undangan saat itu belum memadai untuk menindak para pejabat yang melakukan korupsi. Burhanuddin pun berencana membuat rancangan Undang-undang anti korupsi yang mengharuskan para pejabat memberikan keterangan terhadap kekayaan yang dimilikinya. 

Kabinet Burhanuddin Harahap mulai serius untuk membuat undang-undang tersebut. Namun, usahanya membuat undang-undang terkait penyalahgunaan anggaran oleh pejabat gagal. Presiden Soekarno kemudian membentuk lembaga-lembaga yang mengatur aparatur negara untuk mencegah terjadinya korupsi. Tetapi lembaga-lembaga ini pun juga tidaklah berumur panjang.

Presiden Soekarno memperkenalkan sebuah badan baru yang bertugas mengawasi kegiatan aparatur negara, bernama Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan). Badan tersebut diketuai oleh Sri Sultan HB IX. Sedangkan untuk anggota Bapekan sendiri antara lain: Samadikoen, Semaun, Arnold Mononutu, dan Letkol Soedirgo. Penunjukan Sri Sultan HB IX sebagai ketua tidak terlepas dari kiprah politiknya yang terkenal tegas dan bersih.

Pada tahun 1959, Bapekan dibentuk melalui Peraturan Presiden No. 1 Tahun 1959. Presiden Soekarno membentuk Badan Pengawasan Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan) yang bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh aktivitas aparatur negara dan melakukan penelitian. Bapekan juga memiliki kewenangan memberi masukan kepada aparatur negara berdasarkan penelitian yang mereka peroleh dari publik. 

Waktu berjalan, Bapekan telah menerima 912 pengaduan dari masyarakat. Dari jumlah laporan pengaduan yang masuk, Bapekan mampu menyelesaikan 402 pengaduan. Sebuah achievement yang cukup menonjol dari sebuah lembaga yang baru terbentuk. Hal ini, tentu tidak terlepas dari sikap responsif para pengurus serta pimpinan Bapekan dalam menindaklanjuti laporan masyarakat. Pada bulan januari tahun 1960 presiden Soekarno membuat gerakan tambahan dengan membentuk Panitia “Retooling” Aparatur Negara (Paran) yang diketuai oleh Jenderal Nasution.

Hal ini penulis mengkritisi bahwa gerakan tambahan yang dilakukan hanyalah membuang-buang waktu saja, dan sebuah tanda ketidak percayaan Presiden Soekarno terhadap lembaga yang ia bentuk. Karena tidak masuk akal, jika sudah di bentuk lembaga yang mengatur dan bertugas untuk mengawas aparatur negara lalu di bentuk juga lembaga yang secara hakikatnya sama dalam menjalankan tugasnya. Apakah dengan terbentuknya dua lembaga ini presiden soekarno ingin mencuci tangan dari maraknya korupsi di masa pemerintahannya, agar masyarakat memandang bahwa ada usaha dari soekarno untuk membasmi korupsi? Atau dari persoalan korupsi ini, ada kepentingan politik dari seorang pemimpin negara?

Jika memang bukan itu kenyataannya, menurut hemat penulis, kemungkinan besar akan teralinasinya salah satu lembaga dari dua lembaga tersebut., dan menyebabkan tidak terlaksananya tugas dan wewenang dari salah satu lembaga secara efisien. Benar saja, pada bulan November tahun 1960 Muncul ketegangan antara Bapekan dan Paran karena kedua lembaga ini memiliki tugas yang saling tumpang tindih. Namun, persoalan ini dapat diselesaikan setelah Sultan Hamengkubuwono IX dan Nasution bertemu. Kedua lembaga telah bersepakat bahwa Bapekan fokus pada pengawasan dan penelitian, sementara Paran fokus pada “retooling” dan penindakan korupsi.

Pada hal ini penulis berhipotesis bahwa era soekarno masih banyak uji coba ketatanegaraan, sehingga dalam sistem teknis pelaksanaan kelembagaan negara belum bisa dikategorikan pasti atau kongkrit. Maka pada era ini, belum dapat mengendus KKN. Menurut hemat penulis, kongklusi dari era ini adalah konteks pemberdayaan kelola sistem dari perekrutan sampai pelaksanaan tugas dan wewenangnya lebih jelas di era Presiden Soeharto. 

Era Reformasi dimulai pada 1998, sebuah tanda dari lengsernya masa kepemimpinan Soeharto yang telah berjalan selama 32 tahun. Sebagai sebuah responsif pemerintahan Presiden BJ. Habibie atas tuntutan reformasi dan dalam rangka terciptanya (good governance, clean and responsive state dan good coorporate governance), maka Presiden BJ. Habibie melakukan suatu upaya pemberantasan dan pencegahan praktik KKN melalui kebijakan hukum pidana (criminal law policy). Salah satunya melalui TAP MPR-RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Serta pada era Presiden Bj Habibie juga membentuk UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, Dan secara bersamaan pula ketika itu di bentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Ombudsman. Dari sinilah banyak yang menyebutkan bahwa hadirnya BJ. Habibie untuk membersihkan sampah-sampah yang ada di pemerintahan sebelumnya, dan meng upgrading sistem pemerintahan sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun