Jakarta, Jumat, 4 Juli 2014
Sekedar berbagi kesaksian dan pengetahuan kepada saudara sebangsa dan setanah air.
RABU, 9 Juli 2014, merupakan momentum penorehan sejarah bagi perjalanan politik dan demokrasi bangsa Indonesia. Sekitar 190 juta (tepatnya 190.307.134) orang warga pemilih, berkesempatan menunaikan hak politiknya, untuk memilih calon presiden-calon wakil presiden, diantara pasangan H.Prabowo Subianto-Ir H.M Hatta Rajasa dan Ir. H. Joko Widodo-Drs H.M Jusuf Kalla.
Setiap orang yang memiliki hak pilih, tentu punya kebebasan menjatuhkan pilihan melalui pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Bahkan tidak memilih pun juga merupakan hak, dan itu sah-sah saja. Semuanya terserah anda, mengingat kebebasan merupakan esensi demokrasi.
Namun bagi saya, DESPEN OMPUSUNGGU (Praktisi Media, kini Fungsionaris DPP Partai NasDem), memilih untuk memilih merupakan pilihan terbaik, sebagai bentuk partisipasi, tanggungjawab dan kewajiban sebagai warga bangsa, ikut menentukan siapa pemimpin, siapa menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI lima tahun mendatang, dengan alasan objektif, maupun persepsi subjektif.
Menurut saya, Capres Prabowo seorang nasionalis sejati, prajurit militer pintar, namun tergelincir dan tercoreng akibat ketidakmampuannya mengelola ambisi serta emosi. Prabowo sangat temperamental, pemarah, dan mudah tersinggung bila ada hal yang tidak dia inginkan, hingga tidak peduli dengan sekelilingnya.
Lalu mengapa saya tidak memilih atau tidak mencoblos Capres Prabowo? Karena saya punya pengalaman. Prabowo, ketika berpangkat Brigjen dan menjabat Danjen Kopassus TNI AD, pernah menangkap, menginterogasi, mengintimidasi dan bahkan mengancam mau membunuh saya bersama empat wartawan lainnya, ketika kami menjalankan tugas jurnalistik di Mimika, Timika, Papua, Kamis, 14 Maret 1996.
Nah, bagaimana dengan Capres Joko Widodo yang populer disapa Jokowi? Sepanjang amatan dan pengetahuan saya, sejak menjabat walikota Solo, ikut pemilihan gubernur dan menjadi gubernur DKI Jakarta, hingga kemudian saya berinteraksi dalam proses pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2014, Jokowi merupakan pribadi sederhana, jujur, tulus, santun, mau mendengar, selalu bersama rakyat, memanusiakan dan tegas dalam prinsip.
Sungguh tepat sebutan Jokowi adalah kita. Jokowi tidak akan tersandera kepentingan ketika harus membuat kebijakan bagi kepentingan rakyat dan tidak punya beban politik masa lalu. Secara politik, saya meyakini, dengan Jokowi sebagai Presiden RI, maka anak-anak terbaik bangsa, akan mendapatkan kesempatan berbuat baik bagi negeri, dengan menduduki posisi-posisi penting, tanpa harus melalui transaksi.
Secara moral, saya hanya berbagi pengetahuan. Soal pilihan di tangan anda.
Semoga Pilpres, Rabu, 9 Juli 2014 terlaksana dengan adil, jujur, tanpa intimidasi, tanpa provokasi, tanpa mobilisasi dan dijauhkan dari praktek manipulasi, maupun kecurangan.