Sore itu aku melihat kakek tidur di sana. Terlihat lebih lelap dari biasanya. Tak ada lagi gelisah hiasi wajah keriputnya.
Aku ingin tidur di sana.Â
Pernah kuminta pada istriku untuk membelikan ranjang mirip kakek. Yang ada, istriku marah besar.
Kuputuskan membeli tempat tidur itu secara diam-diam. Aku meletakkannya di gudang, di mana tak seorang pun yang sudi memasukinya.
Aku mencoba menidurinya semalam. Aneh, aku tak bisa merasakan lelap seperti yang terlihat pada wajah kakek. Mungkin ada yang salah dengan cara tidurku.
Malam kedua, kuputuskan tidur lebih cepat. Tetap saja kurasakan gelisah yang semakin menyesakkan dada.
Dan di malam ketiga, aku memotong kaki kiri dan kuletakkan di atas tempat tidur baruku. Begitu juga dengan malam-malam selanjutnya, aku memotong-motong bagian tubuhku yang lain; kaki kanan, jari-jari tangan serta lengan tangan kiri. Masih terlihat kurang sempurna.
Pada esok hari, masih pagi-pagi benar, kulihat istriku mematung. Tanpa berkata-kata, ia mengangkat potongan kepala yang tergeletak di lantai dan menyempurnakan susunan tubuh di atas ranjang sempit itu.
Kini, aku terlelap seperti kakek. Tanpa gelisah. Tanpa ketakutan. Dan yang tidur sendirian di peti mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H