[caption caption="pic: pinterest.com"][/caption]
Ada rindu di atas pori-pori. Menari-nari. Berlari-lari. Kesana-kemari. Kemudian menginjak-injak jantungku.
Jantungku pecah. Darah nodai rembulan. Dan aku membuka mata. Ada kamu di sana.
Di sana. Di ujung bibirku. Yang amis. Kamu melumat habis. Dengan cumbu tiada jeda yang turun di dada.
Di dada, masuklah lebih dalam, temukan kenangan. Tentang kekasih. Yang terhianati. Hingga ingin mati. Seperti aku.
Seperti aku, yang menanti senja, menanti kamu. Lalu kita bicara. Tentang kisah kasih. Yang baru.
Yang baru terduduk di dermaga. Rembulan menggulung senja. Menunggu ombak pulang.
Pulang ke peraduan. Di kaki Tuhan. Bersama kamu yang hilang. Ditelan angan.
***
Balasan untuk puisi "Di Bibir Bulan"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H