Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

â–ªtidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnyaâ–ª

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menanti Senja, Menanti Kamu

25 April 2016   14:55 Diperbarui: 25 April 2016   22:51 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="pic: pinterest.com"][/caption]

Ada rindu di atas pori-pori. Menari-nari. Berlari-lari. Kesana-kemari. Kemudian menginjak-injak jantungku.

Jantungku pecah. Darah nodai rembulan. Dan aku membuka mata. Ada kamu di sana.

Di sana. Di ujung bibirku. Yang amis. Kamu melumat habis. Dengan cumbu tiada jeda yang turun di dada.

Di dada, masuklah lebih dalam, temukan kenangan. Tentang kekasih. Yang terhianati. Hingga ingin mati. Seperti aku.

Seperti aku, yang menanti senja, menanti kamu. Lalu kita bicara. Tentang kisah kasih. Yang baru.

Yang baru terduduk di dermaga. Rembulan menggulung senja. Menunggu ombak pulang.

Pulang ke peraduan. Di kaki Tuhan. Bersama kamu yang hilang. Ditelan angan.

***

Balasan untuk puisi "Di Bibir Bulan"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun