Setelah berpamitan, ayah lenyap.
Adikku terbangun kemudian menangis melihat ibu menempel pada dinding kamarnya. Aku sudah membuatkan susu untuknya, namun adik laki-lakiku ini hanya mau meminum susu ibu. Aku jadi berpikir, apakah seorang wanita yang sudah mati masih bisa menyusui anaknya?
“Diamlah! Jangan menangis!” bentakku padanya.
Adikku berhenti mengeluarkan air matanya. Mendadak mati seperti kena penyakit jantung. Menghitam. Dan lenyap.
Kini aku sendirian. Semua penghuni kamar ini mati kecuali ayah yang tiba-tiba menghilang. Ingin rasanya aku menyusul mereka untuk bisa mati. Aku ingat nasihkat ibu bahwa Tuhan itu maha memberi termasuk memberi mati –pikirku.
“Tuhan...Tuhan...bisakah aku mati sekarang?” pintaku.
“Bisa!” kudengar Tuhan menjawab.
Kulihat yang kupercayai sebagai Tuhan itu mengembuskan napasnya pada sebuah benda yang bercahaya. “Lenyaplah kau! Lilin ini telah padam!”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H