Gagak!
Seruan burung gagak buatku bergidik. Yang aku tahu, burung gagak selalu kabarkan kematian. Kematian yang tak seorang pun menginginkannya. Burung itu mengitari atap rumah ini. Aku menjadi takut. Takut terlibat atas sebuah kematian yang mungkin akan segera terjadi.
“Siapa yang akan mati? Perempuan itu atau aku?”
Praaaaaaaaang!
Aku mendengar sesuatu dari dalam rumah. Seperti suara pecahan kaca. Kembali aku melihat ke dalam jendela. Tetiba sosok perempuan itu hadir di depan mataku. Mata perempuan itu meratap dengan bibir berdarah di salah satu sudutnya. Tangannya mengetuk-ketuk kaca jendela sebelum tubuhnya menghilang.
Aku melihatnya sendiri. Seorang perempuan terluka. Aku berlari ke sisi lain dari bangunan rumah ini, berharap menemukan jendela atau pintu yang terbuka. Benar. Aku mendapati jendela kedua. Remang-remang terlihat tubuh perempuan itu terseret memasuki dapur.
Biadab!
Seseorang mengikat tubuh perempuan itu di atas meja. Seperti hendak disembelih. Laki-laki dengan penutup hitam pada wajahnya sedang menghajar perempuan itu. Tubuh yang sebelumnya telah penuh luka, tak mencairkan hatinya untuk memberi ampun.
Aku berlari meninggalkan apa yang kulihat. Mencoba menemukan warga dan mengatakan yang sesungguhnya. Beberapa orang mulai mengikutiku memasuki pekarangan rumah kemudian meminta mereka melihatnya sendiri.
“Kalian harus melakukan sesuatu! Tolonglah perempuan itu!”
“Nona, sepertinya kau sudah mengantuk. Kami tidak melihat apa pun. Rumah ini kosong seperti sebelum-sebelumnya.”