Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Perempuan di Balik Jendela

22 Maret 2016   17:05 Diperbarui: 22 Maret 2016   18:19 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="pic: previews.123rf.com"][/caption]Setiap pagi saat berangkat bekerja, aku melewati rumah tua itu. Sebenarnya usia rumah itu sama dengan rumahku, tergolong baru, hanya saja ilalang tumbuh begitu liarnya hampir mencapai jendela. Cat dindingnya mengelupas di mana-mana, menyerupai sisik ular. Dua batang pohon ceri di balik pagar telah ditinggalkan daun-daunnya dan menyisakan ranting-ranting kering yang patah.

Selama bertahun-tahun, aku telah terbiasa dengan rumah itu. Rumah yang sepertinya telah lelah berkisah. Namun pagi ini, aku dikejutkan oleh sesuatu yang tak biasa. Aku mendengar rumah itu bersuara, seperti kaca jendela yang terketuk beberapa kali. Segera kutinggalkan rumah itu bersama dengan wajah seorang perempuan dari balik jendela yang berhasil kucuri.

Aku memilih untuk meruncingkan pensilku. Telunjukku tersayat. Berdarah. Dan aku teringat potongan wajah perempuan itu, pelipis kanannya berdarah. Aku sempat melihat matanya seolah sedang berteriak-teriak meminta pertolongan.

“Bagaimana mungkin rumah seburuk itu berpenghuni? Terlebih lagi ada seorang perempuan asing dengan darah di pelipis. Akan kupastikan bahwa aku telah salah melihat.”

***

Aku memutuskan meninggalkan ruang kerjaku sedikit lebih malam dari biasanya. Rasa ingin tahu terhadap perempuan itu membuatku tak bisa menentukan pilihan dengan cepat.

Tepat di depan rumah itu, hampir kulanjutkan pulang. Namun kakiku ini menjadi lepas terkendali. Dengan perlahan kudekati jendela itu, berharap bertemu dengannya. Suara jangkrik yang bersahutan dengan katak, telah berulang kali menyiutkan nyaliku. Rasa ingin pulang yang terlanjur basah.

Hidungku telah menyentuh jendela kusam itu. Sangat berdebu. Mataku telah jauh menebus setiap sudut ruangan itu. Kosong. Hanya samar-samar sinar rembulan yang jadi penghuninya.

“Sudah kuduga. Rumah ini tak berpenghuni.”

Kooooooooooaaak!

Deg!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun