[caption caption="pic: pixabay.com"][/caption]
Seolah-olah aku akan pergi meninggalkan kamu yang tak pernah kembali. Pergi ke barat tempat di mana senja dikuburkan lalu duduk berlama-lama di atas nisan.
Seolah-olah pergiku itu untuk menahan rindu yang gagal menjadi abu. Rindu itu telah dimasukkan ke dalam perapian dan dikutuk oleh wanita-wanita yang mengganggap dirinya paling suci.
Seolah-olah aku sedang berada di atas jembatan tertinggi dan terlihat akan bunuh diri. Aku itu hanya butuh selangkah saja untuk bisa bertemu Tuhan dan meyakinkan diriku bahwa Tuhan itu benar-benar ada.
Seolah-olah aku sedang melihat ke bawah dari atas jembatan tertinggi itu. Aku melihat tulang-tulang kering di makan anjing yang kuyakini adalah tulang-tulang tetanggaku yang mati.
Seolah-olah punggungku ini ditumbuhi sayap yang kemudian mengepak berkali-kali sebelum kurasakan tubuhku melayang. Sayap ini tidak membawaku menemui Tuhan, melainkan menemui kamu.
Seolah-olah aku sedang berdiri di depan kamu yang telah mematung seribu tahun lamanya. Aku memelukmu yang telah menjadi batu dan menciumimu melebihi ciuman seorang istri kepada suaminya.
Seolah-olah aku mengucapkan sepotong kalimat perpisahan kepada kamu untuk kemudian berjalan menuju dunia orang mati. Dunia di mana kamu tidak akan pernah ada di sana.
Seolah-olah napasku hanya tinggal satu embusan saja yang akan aku embuskan bersama rindu yang mungkin akan menghidupkanmu. Rindu yang tidak akan pernah aku jamah untuk kedua kali.
Seolah-olah aku memang akan mati. Dan itu benar adanya.
Seolah-olah saja.