Diplomasi pertahanan sering dilakukan oleh negara-negara dengan bekerja sama yang melibatkan pasukan bersenjata pada masa damai sebagai alat kebijakan luar negeri. Australia merupakan salah satu negara yang aktif melakukan Diplomasi Pertahanan, salah satu negara yang melakukan diplomasi pertahanan adalah Austalia dengan Myanmar.
Etnis Rohingya merupakan salah satu etnis Muslim minoritas yang berada di Myanmar yang sangat berbeda dengan etnis, bahasa, dan agama orang Buddhis Myanmar. Perlakuan diskriminatif yang dialami Etnis Rohingya di Myanmar telah terjadi sudah sejak lama.
Namun pada 25 Agustus tahun 2017, terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh militer Myanmar terhadap Etnis Rohingya. Para militer Myanmar melakukan pengusiran dengan tindakan yang cukup keras seperti pemerkosaan anak perempuan, penyiksaan, pembunuhan, maupun pembakaran tempat ibadah.
Kekerasan yang terjadi pada Etnis Rohingya tentu saja menimbulkan berbagai macam reaksi dari dunia internasional. Amnesty internasional dan PBB serta negara-negara lain mengecam dan mengutuk tindakan Pemerintah Myanmar.
Data yang terhitung menyatakan bahwa sembilan ribu orang muslim dinyatakan meninggal dunia akibat perlakuan oleh militer Myanmar. PBB ikut merespon pelanggaran HAM oleh Pemerintahan Myanmar dan menghimbau untuk menghentikan kekerasan terhadap Etnis Rohingya.
Banyak negara seperti Amerika Serikat dan Kanada yang memberikan sanksi kepada departemen pertahanan dan militer Myanmar. Uni Eropa juga melakukan embargo senjata serta melarang pelatihan dan kerjasama dengan militer Myanmar.
Lain hal dengan Pemerintahan Australia yang meneruskan kerjasama militer dengan Myanmar. Pemerintahan Austalia memberikan sejumlah dana sebesar 400.000 AUSD untuk pembelajara bahasa inggris dan menghadiri acara serta pelatihan terhadap militer Myanmar.
Pemerintahan Austalia beranggapan bahwa setiap negara memiliki kebijakan masing-masing. Mereka juga beranggapan bahwa keterlibatan mereka dapat meningkatkan pengaruh dan membantu Myanmar menuju demokrasi serta mendidik perwira senior militer Myanmar.
Hubungan diplomasi pertahanan antara Austalia dengan Myanmar sudah berjalan sejak tahun 1952. Menteri Luar Negeri Australia saat itu, Casey, membuka atase pertahanan Australia di Myanmar menjadi awal hubungan bilateral yang baik dalam bidang pertahanan dan militer.
Sempat merenggangnya hubungan antara Austalia dan Myanmar. Dikarenakan Jenderal Ne Win membuat pemerintahan Myanmar menjadi pemerintahan yang dikuasai oleh rezim militer yang otoriter dengan kebijakan isolasi.
Akibatnya pelatihan militer Austalia dan Myanmar perlahan dihentikan, Atase Australia untuk Myanmar ditarik kembali dan permintaan alat kepada Australia juga dihentikan. Serta hubungan antara Austalia dan Myanmar semakin memburuk karena Pemerintah Australia ikut bergabung dengan negara-negara Barat untuk mengisolasi dan menghukum rezim militer Myanmar.
Pada tahun 2011, hubungan membaik dikarenakan berganti pemimpin Myanmar, Thein Sein mulai melakukan reformasi dan perubahan di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Pemerintah Austalia akhirnya mengirimkan Menteri Luar Negrinya ke Myanmar untuk memperbaiki hubungan militer dan pertahanan.
Pemerintah Australia tetap bekerjasama dalam diplomasi pertahanan dengan Myanmar dengan berfokus pada bantuan dana, kemanusiaan, bantuan bencana dan latihan operasi perdamaian. Departemen Pertahanan Australia mendanai pasukan Myanmar untuk melakukan pelatihan pemeliharaan gabungan antara Australia dengan Thailand yang dilakukan pada 2018 di Thailand.
Hubungan pemerintahan Australia dengan Myanmar menjadi lebih baik karena dapat membuka komunikasi secara langsung pasukan Tatmadaw ataupun pejabat senior militer Myanmar. Dengan pelatihan bahasa inggris untuk memilih petugas yang cakap dalam kemampuan bahasa inggris untuk dicalonkan pada tempat atau jabatan yang relevan.
Pemerintah Australia melakukan diplomasi pertahanan dengan tujuan untuk membangun kepercayaan dengan Pemerintahan Myanmar. Oleh karena itu Pemerintahan Australia dapat mudah untuk berkomunikasi dan memberikan saran terkait Etnis Rohingya yang terjadi di Myanmar.
Pemerintah Austalia yang menggunakan sifat non-koersi yaitu kerjasama pertahanan dan militer dengan Pemerintahan Myanmar ini juga bertujuan untuk menghimbau Myanmar agar berhenti menggunakan kekerasan. Negosiasi adalah salah satu cara seperti pada pertemuan dan komunikasi yang terbentuk terjadi pada Maret 2018 dan April 2018 antara Pemerintah Australia dengan Pemerintah Myanmar.
Sehingga Pemerintahan Austalia dengan ini tetap melanjutkan kerjasama diplomasi pertahanan dengan Myanmar. Dikarena Pemerintahan Australia beranggapan bahwa memutus hubungan dengan Myanmar bukan merupakan langkah yang efektif.
Dengan begitu Pemerintahan Australia dapat berkomunikasi dan bernegosiasi dengan Myanmar untuk mencari jalan terbaik terhadap Etnis Rohingya. Pemerintahan Australia juga menganggap bahwa pentingnya melanjutkan dan mempertahankan ikatan pertahanan dan militer dengan Pemerintahan Myanmar.
Selain itu juga, Pemerintah Australia mempertahankan latihan pemeliharaan perdamaian bersama yang diadakan oleh PBB. Tujuannya adalah untuk memungkinkan dan memberikan kesempatan bagi para pejabat pertahanan dan Militer Myanmar untuk belajar mengenai bagaimana proses untuk pemeliharaan perdamaian.
Pemerintah Australia memberikan bantuan kemanusiaan, dana yang cukup, pelatihan militer, serta pembelajaran bahasa inggris untuk Myanmar. Tidak hanya itu, Pemerintahan Australia menahan diri dan tidak memberikan sanksi kepada Aung San Suu Kyi karena harus menjadi bagian dari solusi atas konflik Rohingya di Negara Bagian Rakhine.
Dengan melanjutkanya diplomasi pertahanan antara Pemerintahan Australia dengan Pemerintahan Myanmar. Serta bantuan dan pelatihan yang dilakukan diharapkan mampu membuat Pemerintah Myanmar menghentikan tindak pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan terhadap Etnis Rohingya di Negara bagian Rakhine.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H